Jeritan Kemiskinan di Tengah Kehidupan Mewah – Nerapost.eu.org
(Dokpri)
Oleh: Serliana
Prisilia F. W. Dopo
Jeritan kemiskinan di tengah
kemewahan merupakan fenomena yang mencolok dan menyentuh hati. Menciptakan
kontras tajam bagi kehidupan orang-orang yang hidup dalam kelimpahan dan yang
terjebak dalam kemiskinan. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia,
realitas ini semakin terlihat jelas, dimana data menunjukkan bahwa pada maret
2023, sekitar 9,36% dari populasi Indonesia, atau sekitar 25,90 juta orang,
hidup dalam kondisi miskin. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan masalah
ekonomi, tetapi juga tantangan moral dan sosial, di mana kesenjangan antara orang
kaya dan orang miskin melebar.
Di Jakarta, misalnya,
kesenjangan sosial semakin nyata dengan keberadaan gedung-gedung tinggi yang
menjulang sebagai symbol kemajuan ekonomi, sementara di sekitarnya terdapat
permukiman kumuh yang dihuni oleh mereka yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, tempat tinggal, dan akses pendidikan serta kesehatan.
Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan perbedaan visual yang mencolok tetapi,
memperdalam perpecahan sosial dan mengisolasi kelompok-kelompok marginal dari
pembangunan yang terjadi disekitar mereka. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan
serius mengenai keadilan sosial dan tanggung jawab sebagai masyarakat.
Ketidakmampuan sistem untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua lapisan
masyarakat dalam menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diselesaikan.
Peran Gereja Katolik
dalam Menanggapi Kemiskinan
Dalam konteks ini, Gereja
Katolik memiliki peran penting sebagai lembaga spiritual dan agen perubahan
sosial. Ajaran gereja tentang keadilan menekankan bahwa ketidakadilan yang
dialami oleh kaum miskin adalah kesalahan sistemik yang harus diatasi. Ensiklik
Rerum Novarum, gereja menggarisbawahi,
bahwa kemiskinan bukanlah sesuatu yang memalukan; sebaliknya, bekerja untuk
mencari nafkah adalah kewajiban moral yang harus dihormati.
Yesus Kristus sendiri
menegaskan, bahwa kaum miskin adalah yang terberkati di hadapan Allah (Mat 5:3),
menunjukkan bahwa perhatian terhadap mereka adalah bagian integral dari iman
Kristen.
Gereja Katolik tidak
hanya memberikan bantuan material, tetapi juga berupaya memberdayakan
masyarakat miskin melalui pendidikan dan pelatihan. Gereja membuka kursus-kursus
keterampilan dan menyediakan dukungan spiritual melalui ibadah dan doa bersama,
meningkatkan taraf hidup secara holistik. Gereja juga memberikan bantuan
sosial, membentuk koperasi, dan meningkatkan pendidikan formal dan non-formal sebagai
pengupayaan dalam mengatasi kemiskinan.
Melihat situasi ini,
Gereja Katolik tidak tinggal diam. Gereja berusaha mengatasi kemiskinan di
Indonesia dengan berbagai cara, termasuk menegakkan keadilan dan memberikan
solidaritas kepada mereka yang lemah. Solidaritas ini tercermin dalam misi
gereja untuk menyampaikan kabar baik bagi orang-orang miskin, memberitakan
bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.
Tentu peran gereja dalam menangani masalah sosial bukan
hanya sebatas analisis teoritis, tetapi melibatkan langsung dalam tindakan
konkret-praktis. Gereja dipanggil meminta semua orang supaya mendengarkan
permintaan saudara-saudaranya dan menanggapinya dengan penuh kasih. Dengan
demikian, kehadiran gereja dapat memberi warna dan memberi makna bagi bersama,
serta meningkatkan harkat dan martabat manusia tanpa membedakan suku, agama,
dan ras.
Solidaritas dan Tindakan
Konkret
Keterlibatan Gereja
Katolik dalam isu kemiskinan menunjukkan pentingnya solidaritas sebagai
landasan moral dan sosial yang mendalam. Dalam konteks ini, gereja dipanggil
untuk bertindak dengan mendengarkan suara-suara yang terpinggirkan dan
menanggapi dengan kasih, mencangkup
berbagai inisiatif seperti memberikan bantuan sosial berupa sembako dan
membentuk koperasi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Melalui tindakan
konkret ini, gereja berusaha menciptakan keadilan sosial dan mengurangi
kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, sehingga setiap individu dapat merasakan
dampak positif dari keberadaan gereja dalam komunitas mereka.
Peran Gereja Katolik
dalam menangani masalah kemiskinan tidak hanya sebatas analisis atau diskusi
teoritis; keterlibatan langsung dalam tindakan praktis adalah kunci untuk membawa
perubahan nyata dalam kehidupan mereka yang menderita akibat kemiskinan.
Misalnya, program pembagian sembako yang dilakukan oleh berbagai paroki secara
rutin. Hal ini merupakan komitmen gereja dalam membantu mereka yang paling
membutuhkan, seperti para janda, lansia, dan keluarga tidak mampu lainnya. Di
Gereja Katolik Regina Pcis Magetan, misalnya, pembagian paket sembako dilakukan
setiap dua hingga tiga bulan sekali, dengan jumlah paket yang dibagikan
mencapai 150 paket setiap kali pelaksanaan.
Selain itu, gereja juga
berperan dalam membentuk koperasi sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat
secara ekonomi. Hal ini melibatkan anggota komunitas dalam usaha bersama,
gereja membantu menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan mereka.
Ini merupakan langkah strategis mengatasi kemiskinan secara berkelanjutan,
dimana masyarakat tidak hanya bergantung pada bantuan tetapi, juga memiliki
kemampuan untuk mandiri secara ekonomi.
Dalam menghadapi tantangan sosial dan ekonomi ini, gereja harus tetap menjadi suara bagi yang lemah dan berkomitmen memperjuangkan hak-hak mereka. Ini berarti bahwa gereja tidak hanya berfungsi sebagai lembaga spiritual tetapi, juga sebagai agen perubahan yang aktif dalam masyarakat. Dengan mengedepankan nilai-nilai cinta kasih dan keadilan, gereja dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Post a Comment for "Jeritan Kemiskinan di Tengah Kehidupan Mewah – Nerapost.eu.org"