Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Laksana Penjaga Menantikan Fajar || Cerpen Whyildher Brayikin

 (Sumber gambar: www.fimela.com)


Kita telah berkenalan cukup lama. Aku sangka sudah satu bulan. Tentu, ini tidak singkat. Perkenalan yang berlangsung via Facebook. Aku hanya bisa menyapamu secara daring agar hubungan tetap terjalin.

Aku melihat tampilan foto profilmu yang begitu mengesankan. Aku terpesona melihatnya. Engkau menampilkan wajahmu yang imut sembari melemparkan senyuman manis manja. Foto itu serentak membetot perhatianku. Entah mengapa, jari jempolku ingin mengklik tulisan ‘tambahkan teman’. Tanpa mengaduh, aku pun melakukannya. Aku menunggu konfirmasi darimu.

Aku melihat ada angka satu muncul pada notifikasi Facebookku. Ternyata, kamu mengkonfirmasi permintaan pertemananku. Bukankah, ini menjadi titik awal aku menyapamu sebagai teman Facebookku. Aku menyapanmu dengan penuh hormat sebab kamu adalah ciptaan yang sederajat denganku dan mesti dihormati.

 


 

(Baca juga: La Korrida de Toros: Pertarungan Memecahkan Kemustahilan - Nerapost)

 

Aku candu menyapamu setiap kali berkutat dengan Facebook. Bahkan, akunmu menempati peringkat teratas dalam messengerku. Keseringan menyapamu membuat aku nyaman. Terus terang, aku menyapamu tidak hanya bermotif ingin menjadi teman, tapi lebih dari itu. Rasa cinta mendorongku untuk selalu menyapamu.

Aku sadar bahwa antara Aku-Kamu berdomisili di tempat yang berbeda. Menatap dan menggenggam tanganmu hanya sekadar ilusi yang rada terlintas dalam benakku sebelum kupejamkan mata di malam hari. Aku terkadang sulit untuk berhenti memikirkanmu. Wajahmu selalu terbayang dalam benakku. Oh…iya, mungkin kamu belum tahu bahwa ini adalah alasanku meminta kontak WhatsAppmu kala itu. Dengan ini, aku bisa menatap rupamu yang mungil itu via Video call.

Ternyata perasaanku untuk menjadikanmu sebagai teman curhatku tidak permanen. Semuanya berubah sekejap. Keseringan bercanda denganmu via Facebook dan video call menghanguskan perasaanku itu. Perasaanku mengalami transformasi. Aku malah mencintaimu. Dari sini, aku berpikir bahwa perasaan itu bisa berubah kapan saja. Itu pun tergantung mood.

Aku teringat akan kesanmu tentang sifatku.  Engkau pernah mengatakan, “Kamu baik, humoris, sopan, pengertian, sabar, penyayang, dan peramah. Kamu cocok dijadikan teman curhatku. Untuk itu, aku menganggap kamu sebagai kakaku”.

 

 


(Baca juga: Menunggu Versi Terbaik dari Tuhan || Cerpen Erlin Efrin)

 

Kalimat terakhir itu membungkamkanku. Aku sontak berefleksi.

“Haruskah aku menyangkal perasaan sukaku padamu? Ini sulit bagiku. Aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu. Aku ingin memilikimu. Aku sedang berjuang untuk itu. Aku tidak bisa memposisikan diriku hanya sebatas teman. Ini menimbulkan efek batin yang memilukan. Ini bukan hanya sekadar tambahkan teman, melainkan menambah perasaanku padamu.”

Aku sangat mencintaimu. Kamu telah menempati kedudukan istemewa di mataku. Setiap kali menatapmu di balik layar HP, aku tak kuasa menahan diri untuk memposisikan diri hanya sebagai teman curhatmu. Suaramu lembut menyapa aku, tulusnya setulus hatimu. Sifat pedulimu membuat aku semakin mencintaimu.

 

(Baca juga: Kopi Tetangga || Cerpen Yohan Rudin)

 

Mau bilang cinta, tapi takut salah. Aku ragu untuk mengutarakan perasaan sukaku padamu sebab kamu terlanjur menganggapku sebagai saudara. Pandanganmu terhadapku menyulitkan daku untuk mengungkapkan semuanya. Aku tak tahu, bagaimana aku memulainya dan kalimat apa yang kugunakan untuk mengutarakannya.

Sekarang, aku hanya berharap, agar kamu akan memiliki perasaan serupa denganku. Untuk itu, aku akan mencoba untuk mengubah semuanya. Aku akan selalu menyapamu via Facebook dan WhatsApp agar kamu menyadari bahwa aku telah mencintaimu. Seiring berjalannya waktu, aku yakin semuanya pasti terwujud.  Bagiku, kamu layak untuk diperjuangkan. Di sini, Aku menunggu itu, laksana penjaga menantikan fajar.

1 comment for "Laksana Penjaga Menantikan Fajar || Cerpen Whyildher Brayikin "