Menjadi Garam dan Terang bagi Sesama - Nerapost
Oleh: Silfester Aldo Dabur*
Pengertian “Jadilah
garam dan terang" menunjukkan panggilan hidup agar kita berjuang untuk
“menjadi” garam dan terang bagi sesama. Garam dan terang dunia dapat menjadikan
pedoman untuk seseorang bertumbuh dan berkembang bagi semua kalangan baik
mahasiswa maupun untuk dosen, agar dampak dari proses belajar dan mengajar akan
selalu berguna dan bermanfaat bagi siapapun dan dimanapun mereka berada.
Perumpamaan garam dan terang sebagai bekal untuk menata serta menggapai tujuan,
untuk mencapai masa depan yang lebih baik dan membanggakan. Tentunya untuk
mencapai titik itu, ada sekian banyak tantangan yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Menjadi garam dan terang bagi sesama bukan perkara mudah melainkan
perkara yang rumit apalagi berhadapan dengan realitas zaman yang moderen. Perjuangan
yang ekstra dibarengi dengan sikap tanggung jawab akan menjadikan garam dan
terang itu bermakna bagi sesama (communal).
(Baca juga: Optimalisasi Peran Kaum Muda dalam Digital Talent Guna Menanggulangi Resesi Ekonomi Indonesia)
Seperti diketahui, "garam dan terang dunia" pertama kali diperkenalkan dalam Injil Matius dan merupakan salah satu murid Yesus sendiri. Dalam Matius Bab V secara jelas menampilkan perikop yang menarik, Yesus mengatakan bahwa “Jadilah Garam dan Terang Dunia.” Perumpamaan ini berkaitan erat dengan kehidupan rohani orang-orang Kristiani. Serentak juga perumpamaan ini menjadi salah satu model panggilan Yesus yang harus dilaksanakan oleh umat kristiani. Menjadi umat Kristiani harus mampu melahirkan terang bagi sesama ataupun mampu menjadi garam bagi kehidupan sosial.
(Baca juga: Tingkatkan Kapasitas Diri, Fand Wasa Terjun ke Dunia Blog)
Penulis mencoba
merefleksikan beberapa makna kata garam dan terang, Pertama; Garam dan Terang merupakan sebuah perumpamaan yang
diajarkan oleh Tuhan sebagaimana kita manusia harus bisa menjadi garam yang
baik yang artinya, garam merupakan pemberi rasa, dapat dianalogikan bahwa, kita
sebagai manusia harus memberi rasa berupa pengaruh yang baik bagi sesama dan
lingkungan di sekitar kita. Selain diartikan sebagai pemberi rasa, garam juga
dapat diartikan sebagai pengawet, hal tersebut dapat dianalogikan bahwa kita
sebagai manusia harus menjadi pengawet atau dapat juga diartikan, bahwa sebagai
mahkluk sosial dapat mempertahankan
ajaran dan nilai moral serta kebenaran untuk menjadikan diri sendiri lebih
baik. Entah itu pengajaran yang diberikan di dalam bermasyarakat, selayaknya
kita bawah ajaran baik tersebut untuk dapat diterapkan bagi kehidupan untuk
bermasyarakat. perumpamaan tentang “terang dan garam dunia” mau mengajarkan
kepada kita tentang bagaimana mampu
memberikan sifat kasih kepada sesama dan menanamkan sifat kepedulian terhadap
lingkungan sekitarnya.
(Baca juga: Pacar Kontrak di Tempat KKN || Cerpen BD)
Kedua, Selain diartikan sebagai pemberi rasa, garam juga dapat diartikan sebagai pengawet yang apabila disinkronkan dalam realitas kehidupan manusia dalam masyarakat agar ia (manusia) harus mampu menjadi jembatan penghubung di tengah konflik sosial yang terjadi di masyarakat, bukan malah menjadi pemantik yang dalam sekejap mampu menciptakan bara api yang sewaktu-waktu dapat berkobar dan melahirkan api permusuhan antar sesama.
(Baca juga: Digital Mengalienasi Manusia)
Sebagai pengawet juga,
garam yang dimaknai dalam setiap pribadi manusia harus pula sungguh-sungguh
membangun hubungan yang harmonis antar sesama tanpa membedakan status sosialnya
sehingga kodrat manusia sebagai mahkluk sosial tetap terjaga dan semakin awet.
Atas dasar itu,
nilai-nilai sosial dan religius yang menjadi pedoman bagi pribadi manusia agar
dalam keseharian dirinya menjadi “garam dan terang”. Dengan kata lain, setiap
individu tidak seperti garam hanya sekedar jadi bumbu masakan ataupun bahan
pengawet, tapi lebih dari itu ia harus memberikan pengaruh positif bagi
sesamanya.
*Silfester Aldo Dabur,
Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling, Universitas PGRI Kanjuran Malang
Post a Comment for "Menjadi Garam dan Terang bagi Sesama - Nerapost"