La Korrida de Toros Pertarungan Memecahkan Kemustahilan - Nerapost
Sebuah
Kisah Perjalan (Kiper)
Oleh:
Melki Deni*
“Where are you going?” tanya
petugas bandara Madrid (MAD), Adoflo Suares Madrid-Barajas Airport―Spanyol.
Saya langsung menjawab: “I’am going to Corazon
de Maria 19.”
Petugas bandara kelihatan bingung.
Ujian skripsi baru selesai. Hati sedikit gembira dan bahagia,
terutama saat ujian skripsi berlangsung, Dr. Alex Jebadu, SVD memuji isi
skripsi saya, dan mengoreksi beberapa kekeliruan seperti typo, metodologi,
citra rasa Bahasa Inggris, dll. Ketika ujian skripsi berlangsung, pembimbing
skripsi, Dr. Alex Jebadu, SVD, mengatakan saya berjalan satu langkah di
depanya. Pernyataan ini dikatakannya, karena saya menulis skripsi dengan tema
baru―baru diperkenalkan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (sekarang
Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero)―dan beberapa kritikan
terhadap beberapa buku yang ditulis oleh Dr. Alex Jebadu, SVD.
Proses pengerjaan skripsi tidak mulus, karena saya harus
menghadapi beberapa persoalan pelik dan situasi batas; laptop eror, tugas
kuliah, tugas sie Publikasi (Jurnal AKADEMIKA), masalah keluarga, dan saudara
sulung meninggal tanpa diognis penyakit yang jelas pada Maret lalu. Ketika
saudara sulung meninggal, saya harus pulang selama beberapa hari dan meninggalkan
skripsi. Beban pikiran sungguh berat menyebabkan saya kurang konsentrasi dalam
pengerjaan skripsi, tugas harian di biara, dan tugas-tugas kuliah.
Untuk mengurangi beban pikiran ini saya berjalan-jalan
sendiri di sekitar biara, dan beberapa kali berdoa sendiri di kapela agung.
Kalau tidak berdoa, saya cukup duduk hening, berefleksi, dan mencari jalan
keluar yang baik. Apabila saya menghadapi persoalan, masalah dan situasi batas,
saya jarang menunjukkannya kepada siapa pun, karena saya yakin semua orang
punya masalah, persoalan, dan situasi batas dengan kadarnya masing-masing. Saya
pun yakin setiap persoalan, masalah dan situasi batas pun pasti selalu ada
jalan keluarnya. Kesetiaan dan kesabaran mencari jalan keluar adalah kunci
mencapai kebahagiaan dan kegembiraan.
(Baca juga: Perjuangan yang Dipaksa Mati || Cerpen BD)
Meskipun secara administratif ujian skripsi selesai, namun saya
berpikir bahwa hidup adalah skripsi selamanya. Saya harus menentukan judul,
hipotesis awal, skema besar, membuat proposal, memahami latar belakang masalah,
menetapkan rumusan masalah, konsisten pada batasan, berpegang teguh pada metode
(metodologi), dan menjabarkan sistematika perjalanan hidup. Kalau saya sudah
menetapkan semuanya itu, mulailah menyusun bab demi bab perjalanan hidup pada
buku kehidupan. Saya diharapkan tidak lupa bahwa skripsi kehidupan tidak akan
mencapai keberhasilan dan kegembiraan, kalau hati tidak terbuka untuk diperkaya
oleh orang lain lewat konsultasi, perbaikan beberapa bagian, dan bimbingan.
Kalau orang-orang di sekitar dipandang sebagai daftar pustaka/rujukan sekunder
maka Tuhan adalah referensi utama, sebelum saya merumuskan daftar isi,
kesimpulan sementara, dan menulis skripsi kehidupan saya.
Setelah
ujian skripsi pada 6 Mei 2022, saya dan semua konfrater angkatan 81 mengikuti
pertemuan dalam rangka pemilihan Tempat Orientasi Pastoral (TOP) dan Overseas
Training Program (OTP). Sesi pertama kami semua memilih beberapa di antara
kami yang menjadi utusan OTP, dan saya termasuk di dalamnya. Dalam hati saya
meragukan potensi dan kemampuan saya. Saya tidak sepandai, secerdas, dan
secekat konfrater yang lainnya. Lama kelamaan saya terima keputusan itu,
meskipun saya tidak tahu saya diutuskan ke mana.
Beberapa minggu kemudian saya mendengar isu
bahwa saya akan diutus ke Amerika Serikat, meskipun tidak tahu di mana di
Amerika Serikat. Selang beberapa minggu kemudian, nama saya dipindahkan ke
Spanyol. Tidak cukup di situ, setelah semua urusan dokumen dan masa orientasi
pastoral selesai, yang akan ke Spanyol dibatalkan karena beberapa alasan.
Karena itu saya diminta untuk studi lanjut S-2 Teologi di Filipina, tetapi saya
masih keberatan. Hati berkata saya harus ke Spanyol―tidak ada persoalan,
masalah, tantangan yang tidak ada jalan keluar; hanya orang yang takut
menerobos batas kemustahilan yang akan terkapar dalam masalah. Puji Tuhan, saya
dan Jovan tetap jadi berangkat ke Spanyol.
Kami
menunggu keberangkatan dari Maumere menuju Jakarta selama kurang lebih satu
bulan. Saya mengisi waktu penantian dengan mengunjungi perpustakaan kampus,
membaca, dan menulis. Pada 17 September 2022 kami terbang dari Maumere menuju
Kupang, dan pada 18 September 2022 kami berangkat dari Kupang menuju Jakarta.
(Baca juga: Rute Penerbangan || Cerpen No Eris)
Kami
menunggu proses pengajuan dokumen sampai visa keluar di Jakarta kurang lebih
dua bulan. Kami merayakan masa penantian dengan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat selain kegiatan di SOVERDI St. Yosef, tetapi juga kegiatan di luar,
misalnya, pimpin retret untuk SMA Bunda Hati Kudus-Kota Wisata-Bogor, Misa,
rekoleksi, narasumber, mengunjungi tempat wisata, dan jalan-jalan.
Pada
Jumat 18 November 2022, ketika pulang dari rumah retret SVD-Tugu
Wacana-Cisarua-Bogor, saya sangat gembira mendengar kabar gembira dari Pak
Afandi.
“Frat,
siap terbang ke Spanyol minggu depan ya, karena Senin 21 ini Visa akan keluar”,
kata om Afandi. Saya langsung berlari ke kamar Jovan dan menyampaikan kabar
gembira itu.
“Saya
langsung merinding mendengar kabar itu. Yang benar saja”, Jovan bertanya dengan
sedikit ragu.
“Kalau
tidak percaya, Jo langsung tanya Pak Afandi saja”.
Pada
Jumat, 25 November 2022 jam 03:45 kami berangkat dari SOVERDI St. Yosef menuju
bandara Internasional Soekarno Hatta. Kami terbang dari bandara Internasional
Soekarno Hatta pada jam 08:45 dan akan tiba di Doha
(DOH) Hamad International Airpot―Qatar pada pukul 13:30 waktu setempat. Dua
jam kami transit di Doha (DOH) Hamad International Airpot―Qatar yang besar, dan
luas itu. Saya sempat menulis puisi sederhana berjudul “Di Bandara Doha”. Di
sini kami tidak lagi menemukan orang-orang Indonesia, kecuali bule-bule dari
negara-negara maju yang tidak berbicara Bahasa Inggris.
Pada pukul 15:30 kami terbang dari Doha (DOH) Hamad International Airpot―Qatar dan tiba di Madrid (MAD), Adoflo Suares Madrid-Barajas Airport―Spanyol pada pukul 21:45. Seorang petugas di bandara ini bertanya kepada saya: “Where are you going?”. Saya langsung menjawab: “I’am going to Corazon de Maria 19.”. Petugas itu kelihatan bingung dan bertanya lagi, dan saya menjawab dengan jawaban yang sama. Ketika saya tanya Jovan apa yang dijawab atas pertanyaan “Where are you going?” dari petugas bandara itu, Jovan menjawab: “I’am going to Madrid.” Saya bilang jawaban Jovan itu salah, karena kecuali petugas tidak membaca tujuan penerbangan kami. Tujuan penerbangan kami dalam tiket ialah Madrid (MAD), Adoflo Suares Madrid-Barajas Airport―Spanyol, sehingga yang saya jawab ialah alamat tempat tujuan saya.
“Kami
tunggu di pintu keluar”, chat dari Pater Geby, SVD, Rektor rumah. Di pintu
keluar, Pater Geby dan Pater Macario, SVD, Provinsial Spanyol sedang menunggu
kami. Ketika mereka melihat kami, mereka sangat bahagia. Kami sempat berpose
bersama di pintu keluar dari bandara. Pater Provinsial dan Pater Rektor membawa
koper dan tas kami ke dalam mobil―sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya. Kami
naik mobil yang dikendari oleh pater Provinsial. Kami berjalan melewati tempat
latihan pemain bola Club Real Madrid. Sekitar 60 meter dari tempat kami tinggal
ada tempat CR7 Fitness.
(Baca
juga: Ketika Mantan Jadi Pastor || Cerpen BD)
Bayangan
saya biara tempat kami tinggal seperti biara pada umumnya di Flores-Indonesia
yang berdiri sendiri, punya halaman rumput, taman indah, kapela besar, dapur
besar dan seterusnya. Ternyata Provinsi SVD Spanyol tinggal di apartemen, dan
tidak punya rumah biara sendiri. Di sini kami tinggal di apartemen lantai
5―sesuatu yang membuat saya heran dan tertawa sendiri.
Pada November ini sampai April nanti Spanyol sedang dalam musim dingin. Saya harus beradaptasi meskipun suhu udaranya sampai 20 C. Pada malam Minggu 27 November kami jalan-jalan keliling sampai ke Plaza de Toros―tempat yang terkenal di sini. Saya menemukan orang-orang Spanyol lebih suka jalan kaki daripada berebutan naik bus, dan tentu saja jalan kaki lebih dari 1000 langkah satu hari sangat baik untuk kesehatan jiwa dan raga.
Semua
proses ini menuai hasil tidak semata-mata karena usaha kami sendiri, tetapi
berkat doa, dan dukungan dari semua orang, terutama semua samasudara SVD. Doa
dan berkat St. Arnoldus Janssen dan St. Yosef Freinademetz selalu menyertai
kami dan kita semua.
Hal
menarik lainnya ialah makanan di sini. Bagaimana kami beradaptasi dengan
makanan, cara kami memasak, berkomunikasi di seputaran kamar makan, dan di
biara? Saksikan kisah perjalanan kami selanjutnya.
Minggu, 27 November 2022
Musim Dingin Corazon de Maria 19, Madrid-Spanyol
Post a Comment for "La Korrida de Toros Pertarungan Memecahkan Kemustahilan - Nerapost"