Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Marla dan Kota Metropolitan || Cerpen BD

(Sumber gambar: www.suara.com)

Marla sudah sekian sering ia mencoba membunuh rasa dari lelaki itu tanpa ampun. Bagi Marla lelaki yang tak sejalan dengan konsepnya harus dilenyapkan sedemikian mungkin, jika tidak itu menjadi petaka untuk masa depannya. Apalagi lelaki yang tak punya apa, untuk apa dipertahankan. Perkenalan Marla dengan lelaki itu, cukup menarik dan memanjakan jari. Pesan-pesan manis dan romantis pada kolom Chat WA menjadi awal kisah cinta mereka. Wajar saja Marla dan lelaki itu sedang LDR-an. Lelaki itu sedang bergelut dengan idealisme dan imperialisme sedangkan Marla sedang bergelut dan bergulat dengan tatanan bahasa yang baku. Mereka berada dalam satu pulau tetapi beda kota.

Pertemuan pertama sebagai kekasih yang berbulan-bulan LDR-an dimanfaatkan betul oleh Marla dan lelaki itu. Mereka duduk sambil menikmati kopi bersama diselingi dengan diskusi tentang masa depan yang pasti. Bagi Marla, lelaki itu yang terbaik dan tak akan tergantikan. Ia percaya, lelaki itu adalah titipan Tuhan untuk masa depan hidupnya. Duduk berdua sambil menceritakan pengalaman perkuliahan yang begitu menyebalkan, dosen-dosen yang mana suka dan pergulatan dalam menyelesaikan tugas semester.


(Baca juga: Kepada Malam Aku Titipkan Luka || Puisi Bona Sampurna)

 

 

 Pokoknya lelaki itu sangat ideal bagi Marla. Apalagi lelaki itu pandai dan suka berdiskusi apa saja. Ia sangat komunikatif. Keluh dan kesah Marla selalu tumpah pada bahu lelaki itu. Bahkan mereka telepon sampai larut hanya membahas sesuatu yang tidak terlalu penting. Bagi Marla tidak menjadi soal membangun dunia hayal yang terlampau tinggi, itu juga sebagai jalan untuk membangkitkan motivasi diri.

Marla bukan gadis sembarang, ia juga suka membaca karya-karya Karl Marx. Ribuan halaman dari 3 jilid karya Karl Marx sudah menumpuk di kepala Marla. Setiap kali ia berbicara tentang masa depan, pasti selalu menyelipi ide-ide Marx tentang kapitalisme dan sistem kelas sosial. Setiap kali ia melakukan sesuatu pasti ia sudah lebih dulu memikirkan untung rugi. Lelaki itu tetap setia mendengar ide-ide Marla meski dalam hatinya selalu cemas, karena ia tahu Marla pasti gadis yang suka berkarir dan lebih memprioritaskan waktunya demi uang. Di kampusnya, Marla bukan mahasiswi sembarang, ia selalu terpilih dalam jabatan-jabat tertentu di kampus.

(Baca juga: Kita Berakhir Tanpa Memulai || Cerpen Tanty Delima)

 Ia gadis yang sangat pintar dan suka menulis serta pandai membangun retorika yang anggun di hadapan publik. Ia dikenal dengan totalitas dalam menjalankan tugas. Marla dan lelaki itu makin nyaman. Mereka mulai membangun komitmen dan juga mulai saling memperkenalkan keluarga. Hubungan mereka sudah ke arah yang serius dengan janji yang sudah mulai direstui oleh semesta. Mereka menjadi kekasih yang bahagia. Marla percaya, membangun rumah tangga bersama lelaki itu adalah impiannya begitupun bagi lelaki itu hidup berdua bersama Marla adalah rahmat istimewa.

Nasib berkata lain, setelah Marla diutus oleh kampus untuk menjalankan kegiatan di kota Metropolitan. Marla yang dulu ramah dan suka merindu kini berubah menjadi gadis yang keras kepala dan egois. Ia lebih memprioritaskan tugasnya tanpa satu menit pun waktu untuk lelaki itu. Lelaki itu aman-aman saja, ia percaya tugas jauh lebih penting daripada dirinya. Apalagi Marla diutus oleh kampus dan ia perlu menjaga profesionalisme dalam menjalankan tugas.  Satu bulan di kota Metropolitan, hubungan Marla dengan lelaki itu baik-baik saja.


(Baca juga: Kopi Tetangga || Cerpen Yohan Rudin)


 

Mereka masih saling kabar. Namun, masuk bulan kedua, Marla mulai berubah. Ia tak seperti biasanya, ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan tugasnya. Bahkan Marla sudah lupa dengan janjinya sendiri. Marla mulai hilang muncul di kolom chat WA. Ia muncul di kolom chat tunggu pada saat ia mengalami penat dengan deadline. Lelaki itu tetap mampu meyakinkan dirinya bahwa semuanya baik-baik saja. Marla semakin mengepalkan sayapnya di kota Metropolitan.

Perubahan sikap dan sifat Marla yang begitu cepat membuat lelaki itu mulai bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya ini? Lelaki itu tetap setia menanyai kabar Marla tanpa bosan. Marla mulai menjadi pribadi agresif, ia tak suka kalau lelaki itu muncul di kolom chatnya. Berkali-kali Marla mencoba memblok akun WA lelaki itu. Menjelang akhir tugasnya, Marla mulai membuka diri dan menceritakan semua hal yang terjadi padanya. Lelaki ia dengan setia mendengar kata-kata menyakitkan dari Marla. Hatinya hancur lebur. Ia tetap menahan air matanya agar tidak terlihat bucin oleh Marla. Marla mulai menceritakan bagaimana ia terjebak dalam situasi asyik dengan seorang lelaki yang bernama Nardo. Nardo merupakan senior dari Marla di salah satu organisasi ternama.

(Baca juga: Perjuangan yang Dipaksa Mati || Cerpen BD)

Pada suatu kesempatan Marla dan Nardo sama-sama pergi ke suatu tempat tugas, setelah menyelesaikan tugas yang diembankan ke Marla mereka pun pulang dan singgah di kosnya Nardo. Di sinilah awal dari perubahan diri Marla. Entah apa yang terjadi, mereka pun menjadi kekasih. Marla membangun rasa baru yang belum saatnya, karena kisahnya bersama lelaki itu belum tuntas. Setelah kejadian itu, Marla menghubungi orang tua Nardo bahwa ia sah menjadi pendamping hidup Nardo. Lelaki itu tetap tenang setelah mendengar cerita Marla yang dibungkus dengan sandiwara air mata. Bagi lelaki itu, kecelakaan besar dalam hidupnya membangun rasa pada Marla. Nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi, lelaki itu harus menelan pil pahit dari kelakuan Marla.

Setelah ditelusuri lebih jauh tentang Nardo, ternyata ia adalah seorang lelaki yang mapan dengan latar belakang keluarga yang baik. Kapitalisme Marx dihidupi oleh Marla demi masa depan hidupnya. Ia lebih memilih lelaki yang mapan dan masa depannya terjamin. Marla mulai menghilangkan jejak dari lelaki itu dengan cara yang konyol. Semua akun medsos lelaki diblok. Biar aksinya tak dipantau oleh lelaki itu.

Lelaki itu tahu dan sadar diri, ia mulai pelan-pelan pamit dari kehidupan Marla. Ia tahu Marla bukan gadis yang layak diperjuangkan. Ia lebih suka dengan gadis yang mau membangun dari nol dari pada datang dan berpangku kaki di atas sofa. Lelaki itu mulai kembali ke ritme hidupnya. Ia mulai meluangkan waktu dengan melakukan hal-hal yang berguna untuk masa depannya. Lelaki itu mulai membunuh rasanya hingga tuntas. Kata terakhir yang ia kirim ke Marla “Nona, terima kasih untuk semua kisah yang telah kita bangun. Aku tahu dan sadar, cinta tanpa punya apa-apa adalah mati. Salam dan sukses selalu untuk karya hidupmu selanjutnya.”

Post a Comment for "Marla dan Kota Metropolitan || Cerpen BD"