Kopi Tetangga || Cerpen Yohan Rudin
(Sumber gambar: pekanbaru.tribunnews.com)
Di
suatu senja sebelum matahari balik ke kamar ufuk barat, ada seorang pria sedang olahraga dengan mengendari sepeda bututnya. Ia terus mendayung sepedanya
yang sudah kelihatan karat karena termakan usia, ke alun-alun perkampungan
sambil menikmati udara yang segar. Tiba di sebuah pohon yang rindang, ia
mencoba menghentikan sepedanya dan bersandar di pohon itu sambil menarik nafas.
Ia berhenti bukan karena lelah, tetapi karena dia mendengar suara seorang anak
kecil menangisi, yang walaupun dengan samar-samar, namun ia tetap merasa
penasaran akan asal suara itu. Kicauan burung, sedikit mengganggu
pendengarannya untuk mendengar suara tangisan itu dengan jelas. Namun karena ia
diliputi oleh rasa penasaran yang mendalam, maka ia mencoba menutup matanya dan
memfokuskan pendengaran pada suara tangisan itu. Hingga pada akhirnya ia
sedikit bisa menebak dari mana asal suara tangisan itu.
Ia
sedikit bisa tebak asal suara tangisan itu, maka ia mencoba melangkah mengikuti
suara. Semakin ia melangkah semakin jelas suara tangisan itu. Hal itulah yang
membuatnya agak sedikit takut untuk terus melangkah, akan tetapi suara hatinya
terus berkata untuk jangan takut. Ia sempat bimbang dengan pilihan suara hati
dan kecemasan yang timbul pada pikirannya. Ketika ia sudah sampai di sebuah
kali mati, ia mencoba melihat sekeliling untuk memastikan bahwa apakah suara
itu berasal dari sebuah pondok tua yang terletak di sebelah kali yang jaraknya
kira-kira 30 m.
(Baca
juga: Aku dan Seluruh Dapur Kerinduan || Kumpulan Puisi Herlin Nadut)
Rasa
penasaran yang terus meliputi jiwanya dan suara hati yang terus berkata
kepadanya untuk terus melangkah, membuatnya berani mendekati pondok itu. Ketika
ia sudah berada di dekat pondok itu, ia melihat asap api keluar dari atap
pondok yang terbuat dari alang-alang dan sudah terlihat hancur. Lalu ia mencoba
menyapa “Hallo”, namun dari dalam pondok tidak terdengar suara balasan. Karena
itu ia agak bimbang untuk masuk, namun tidak lama kemudian dari belakang pondok
terdengar bunyi kaki yang sedang berlangkah menuju ke pondok. Lalu pria itu
mencoba mengintip dari sudut pondok untuk memastikan situasi itu.
Ketika
ia sedang aysik mengintip tiba-tiba, terdengar suara dari balik pondok, “Hallo”.
Pria itu langsung kaget dan menoleh, ke arah suara itu. Dia kaget bukan karena
rasa takut yang menyelimuti tubuhnya, tetapi karena suara yang muncul itu,
adalah suara yang lembut dan ternyata itu adalah seorang gadis yang cantik.
Dalam benaknya, terlahir sebuah pemikiran jangan sampai ini bukanlah seorang
manusia. Dia mulai teringat kembali akan cerita dari neneknya dulu tentang roh
halus yang berubah menjadi manusia dengan tujuan untuk mencuri manusia. Karena
teringat akan kisah itu, ia mencoba memperhatikan wanita itu dengan teliti, dan
mulai bertanya kepadanya “Sedang apa di sini dan dengan siapa?”
(Baca
juga: Dilamar Belum Tentu Dinikahi || Cerpen CAJ)
Wanita
itu tidak langsung menjawab pertanyaannya, melainkan ia mempersilakan pria itu
untuk duduk di bangku yang di luar pondok. Lalu perempuan masuk ke pondok untuk
melihat anak kecil yang sedari tadi sudah menangis. Suara tangisan anak itulah
yang memanggil pria itu untuk menuju ke sana. Karena suasana mulai terlihat
gelap dan pria itu ingin pulang, ia memanggil gadis itu, dan berkata “Nona kamu
tidur di sini atau mau balik ke perkampungan?” Ketika sang gadis mendengar
pertanyaan itu, ia langsung keluar dari pondok dan memilih untuk tidak menjawab
pertanyaan dari pria, tetapi ia lebih memilih untuk menawarkan segelas kopi
kepada pria itu. Karena pria itu merasa belum puas dan masih penasaran dengan
jawaban atas pertanyaannya, maka ia
mengiyakan atas tawaran untuk minum kopi.
Selang
berapa waktu, gadis itu mengantarkan segelas kopi pada pria itu dan sepiring
ubi kayu yang mungkin dari hasil kebunnya. Lalu gadis itu duduk di samping pria
itu sambil menyusui anaknya. Tidak lama kemudian, gadis itu mulai berbicara
dengan nada yang sedikit kecewa dan marah. Ia berbicara tidak untuk menjawabi
pertanyaan yang diajukan oleh sang pria secara langsung, tetapi ia lebih
memilih untuk memberikan nasehat yang cukup bijak, katanya ”Jika engkau adalah
seorang pria penikmat kopi dan pergi bertamu ke rumah tetangga. Dan jika kopi
yang mereka hidangkan tidak sesuai dengan seleramu, jangalah engkau mencoba
membuang kopi dan cangkir yang telah dihidangkan oleh tuan rumah kepadamu,
tetapi engkau harus dengan berani menyatakan kepada mereka bahwa engkau
membutuhkan sesuatu untuk ditambahkan ke dalam kopi itu. Mereka pasti tidak
akan memarahimu, melainkan mereka pasti akan memberinya. Mereka akan marah,
jika engkau tidak menyatakan yang sejujurnya bahwa kopi yang mereka hidangkan
tidaklah enak. Engkau harus perlu ingat bahwa engkau adalah seorang tamu yang
datang lalu pulang dan mereka menghidangkan kopi itu kepadamu karena mereka
menghargai engkau sebagai tamu bukan karena engkau adalah tuan di atas
segalanya. Hal yang sama pula engkau harus terapkan dalam dunia percintaan.
Jika engkau mencintai seorang gadis lalu meminta kepada orang tuanya untuk
engkau nikahi anak gadis mereka. Jika suatu saat nanti, gadis itu buat salah
dan engkau merasa tidak puas dengan perilaku atau sikap dari gadis yang engkau
cintai itu, engkau tidak perlu menyakitinya dan meninggalkannya, melainkan
engkau harus katakan kepadanya bahwa apa yang dibuat itu tidak baik. Karena
engkau harus perlu ingat bahwa orang tuanya memberi ijin kepada engkau untuk
bisa nikahi anak gadisnya, bukan karena engkau punya banyak harta, tetapi
karena engkau punya cinta. Orang tuanya memberikan ijin kepadamu, bukan berarti
engkau punya hak untuk menyakiti anak gadisnya, melainkan mereka mempercayakan
kepada engkau untuk bertanggung jawab dalam menjaga dan merawat anak gadis
mereka”.
(Baca
juga: Mery dan Seorang Frater Kekasihnya || Cerpen Christin De Simnia)
Setelah
mendengar nasehat yang diberikan oleh gadis yang tidak dikenalnya itu, sang
pria sedikit mulai tahu tentang latar belakang kehidupan gadis itu. Namun
walaupun demikian, ia masih tetap dengan berani bertanya untuk mencari sebuah
kepastian, akan alasan dari gadis itu tinggal di pondok kecil ini. Lalu gadis
itu kembali bercerita masa lalunya, yang ditinggalkan oleh sang suami. Suaminya
pergi meninggalkan dia saat dia sedang mengandung. Karena merasa stres, dia pernah
mencoba untuk menggugurkan janinnya sendiri. Namun karena berkat kekuatan doa
dan suara hatinya, ia tetap menjaga dan merawat janinnya hingga sampai ia
melahirkan anaknya itu dengan selamat. Hingga sampai sekarang dia terus merawat
anaknya itu dengan tanggung jawab dan terus bekerja keras demi menghidupi
dirinya dan anaknya.
Setelah ia bercerita panjang lebar tentang lika liku kehidupannya di masa lalu. Dia memerikan nasehat kepada pria itu, untuk mencintai seorang perempuan layaknya seperti mencintai diri sendiri. Jangan pernah mencoba melukainya dengan sebilas kata kasar atau palu kekerasan, tetapi hendaklah engkau terus menjaganya dan mencintainya. Dunia percintanmu akan terus bertumbuh dan berkembang, jika engkau mampu menyiramnya dengan air tanggung jawab, hingga ia bisa memancarkan cahaya kesetiaan dan memekarkan aroma kebahagiaan.
*Yohan Rudin. Biarawan SVD, saat ini sedang OTP di Tchad, Afrika Tengah.
Post a Comment for "Kopi Tetangga || Cerpen Yohan Rudin"