Perjuangan yang Dipaksa Mati || Cerpen BD
(Sumber gambar: beritadiy.pikiran-rakyat.com)
Akira
seorang perempuan muda yang dua tahun yang lalu menamatkan pendidikan sarjana
di salah satu kampus di tanah Jawa. Selama menjadi mahasiswi, Akira aktif
menulis diberbagai baik media online maupun media cetak. Akira juga pernah
menjadi pengurus inti di organisasi PMKRI. Jiwa aktivisnya terus membara
setelah melihat keadaan kampungnya. Akira dan teman-temannya berjuang untuk
membela keadilan terutama berkaitan dengan tambang di kampungnya. “Kami tolak
tambang!” tulisan dalam sebuah spanduk yang dibawa oleh Akira pada saat berdemo
di depan gedung DPR. Tiba-tiba lelaki tua berjas berdiri dari balik kaca
jendela, matanya terus memandang ke arah Akira. Sambil menganggukkan kepala
lelaki dan bergumam “Aman saja, kepalanya sudah saya pegang, percuma saja kamu
berteriak.” Enam jam Akira dan teman-temannya berada di depan gedung yang
katanya tempat perkumpulan orang-orang yang menyalurkan aspirasi rakyat.
Perjuangan Akira masih terus berlanjut. Semangatnya untuk membela keadilan terus
berkobar. Bukan hanya berdemo tetapi Akira juga rajin menulis status di halaman
facebooknya tentang situasi di kampungnya.
“Barang
kali, bersuara adalah cara membebaskan diri dari duka dan luka yang terus
menjerit. Ini bukan soal luka cambuk caci ketika larik tidak diarahkan dengan
tepat. Kejadian beberapa tahun yang lalu menjadi petaka di kampung ini.
Kampungku yang dikenal dengan kampung aman dan damai harus menerima kenyataan
menjadi kampung yang hancur. Tak ada lagi natas
bate labar, uma bate duat dan wae bate teku, alat berat terus berderu,
mengikis tanpa ampun, mengambil tanpa belas kasih hanya karena ego yang telah
dibutakan oleh gundukan uang. Semuanya menangis, berteriak pada yang berkuasa
tentang tanah yang sudah mulai hancur layaknya padang sahara yang terbentang
luas. Iming-iming ganti rugi tetapi tak ada. Mata dan hati telah buta oleh
keangkuhan diri. Kita mendapatkan sengsara sedangkan mereka mendapatkan
kesejahteraan” tulis Akira di halaman facebooknya.
(Baca
juga: Rute Penerbangan || Cerpen No Eris)
Tulisannya
itu menjadi viral, ada banyaknya memberikan komentar dan dukungan terhadap
Akira tetapi juga ada yang diam-diam menghujat Akira, sambil mencari strategi
untuk membungkam dan membunuh semangat Akira. 24 jam tulisan itu menjadi sajian
hangat di medsos. Hati Akira mulai geram setelah ia mendapat pesan dari sebuah
akun yang tak ia kenal “Percuma saja engkau bersuara, jikalau engkau hidup dari
apa yang engkau tidak tahu.” Pesan itu menimbulkan pertanyaan dalam benak
Akira. Ia mencoba mengecek keaslian akun itu, tetapi akun tersebut lebih dulu
memblok Akira. Ia pun diam dan menyimpan perkara itu dalam hatinya.
Tangisan
anak tetangga terus menghantui hidupnya. Apalagi mereka berteriak meminta
makan. Halaman kampung menjadi sunyi, tak ada anak-anak yang bermain.
Kampungnya yang dulu terkenal dengan kampung yang aman dan damai kini menjadi
kampung yang mati. Semua orang berlomba-lomba menjadi pekerja upahan di tambang
itu. Anak-anak kecil dan ibu-ibu beramai-ramai menjadi buruh tambang. Tak
peduli lagi dengan rumah, intinya bisa dapat makan untuk sehari. Akira terus
meratapi diri sambil mengutuki investor asing yang sudah merusak kampungnya.
Memang tambang itu menjadi awal dari kehancuran bagi orang-orang di kampungnya.
(Baca
juga: Ketika Mantan Jadi Pastor || Cerpen BD)
Ia pun
berinisiatif mendatangi tua adat dan menanyakan kejelasan tentang tanah yang
diambil oleh investor-investor asing itu. “Bapak bagaimana dengan tanah-tanah
itu, apakah sudah dibayar?” tanya Akira. Tua adat itu hanya diam, sambil
menyalakan puntung rokok Surya 12, yang mungkin sisa rokoknya kemarin. Tak ada
kejelasan yang pasti bagi Akira. Ia pun pulang dengan perasaan yang kecewa. “Ada
apa semuanya ini?” cetus Akira dalam hatinya.
Enam
tahun perjuangan Akira, waktunya yang begitu lama dan selalu sia-sia tak ada
hasilnya. Orang-orang di kampung semakin menderita. Tanah yang menjadi tempat
penambangan itu menjadi gersang, layaknya sahara yang terbentang luas. tak ada
lagi bunyian burung hutang. Sedangkan alat-alat berat terus menggerus tanpa
ampun. Semua mata air menjadi mati. Wae teku yang menjadi andalan di kampung
itu mati total yang tersisa hanyalah sosor tua yang sudah lapuk. kali-kali
besar tempat anak-anak menari ria, kini menjadi kering dan tersisa batu-batu
besar. Pokoknya semuanya mati, mati di lubang tambang yang ganas itu.
Akira
teringat pesan dari facebooknya yang dikirim oleh orang yang tak ia kenal 7
tahun yang lalu. Ia mencoba merenungkan kembali pesan itu. Pikirannya mulai
terbuka, iapun masuk ke kamar ayahnya. Ia melihat di dalam lemari kaca ada
begitu banyak dokumen. Akira mulai membuka satu persatu dokumen tersebut tetapi
tak ada satupun dokumen yang menjurus keterlibatan ayahnya. Pada saat Akira
hendak menutup kembali lemari itu, ia melihat sebuah dokumen yang disembunyikan
ditumpukan buku ayahnya. Iapun dengan berani mengambil dokumen itu. Betapa
kagetnya Akira ternyata itu dokumen tentang tambang itu. ia melihat ada nota-nota
penjualan tanah. Ternyata ayah dan tua adat terlibat dalam kasus tambang itu.
(Baca
juga: Pacar Kontrak di Tempat KKN || Cerpen BD)
Ayah
Akira berdiri santai dari balik pintu. Ia membiarkan Akira membaca dan
mengetahui semua isi dokumen itu. Akira menangis, hatinya sangat hancur.
Tiba-tiba ayahnya berkata “Itulah ayah nak, itulah keluarga kita.” Akira
langsung melemparkan dokumen itu tepat di hadapan ayahnya. Ia berlari keluar
dari kamar itu, sambil berteriak “Ayah jahat, ayah menghidupi kami dari derita
orang-orang kampung.” Ayah Akira berkata lagi “Bagaimana, mau terus bersuara
sampai ayah penjara ataukah berhenti dan diam saja.”
Akira
dilema, ia harus berhadapan dengan dua kenyataan yang pahit, antara melindungi
ayahnya ataukah tetap membela orang-orang kampungnya. Apalagi ayahnya hendak
mencalonkan diri menjadi kepala desa untuk periode ke dua. Tak ada pilihan lain dari Akira selain
membiarkan ayahnya hidup bebas. Ia juga sangat mencintai ayahnya. Sejak ibu
meninggal dua tahun yang lalu, Akira selalu berkeluh pada ayahnya. Akhirnya
semangat juang Akira pun mati di lubang tambang bersama orang-orang kampungnya.
Post a Comment for "Perjuangan yang Dipaksa Mati || Cerpen BD"