Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manusia Buta Warna || Puisi EJHOS NFT

(Sumber gambar: www.golansia.com)



Perut yang kempis membuatnya gagal berdoa.

Namun, ia masih saja diminta untuk terus memberikan doa,

melayangkan syukur atas berkah yang terkumpul seketika

dan doa yang terkabul menjelma hanya seekor ikan,

sedangkan rindu terus saja mengeong di kaki meja, membuat orang gagal berdoa.

 


(Baca juga: Setelah Sidang Skripsi, Sophie: “Frater, Tetap Langgeng dengan Panggilanmu ya!”)


Kemajemukan, keramaian yang terpampang pada matanya  tak lagi ia hiraukan.

Kepercayaannya terlalu menanjaki monumen, namun cinta membuatnya runtuh,

karena fanatisme yang lantung, meletup di dasar tingkahnya.

Mengintai ke sekeliling,  ia hanya mencintai satu arah, mencintai perut yang kempis.

Duuh! ia seakan buta warna.


(Baca juga: Tersulam Cinta Pada Juni yang Berakhir || Kumpulan Puisi Lee Clara Mbembe)



Wahai sahabatku!

semestinya kita merangkul, menjunjung tinggi keakraban.

karena kita se-Nusa dan se-Bangsa, tanah Air Indonesia yang kaya akan keberagaman.

wahai sahabatku!

Bila pada hari-hari yang akan kemari kita tak pernah bersua, 

semoga puisi menuntun engkau untuk dapat meluaskan cinta, tanpa memandang SARA!

dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote,

kita terangkum dalam rahim Garuda,

Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu.

Kupang, 2022.

 

Ejhos NFT merupakan nama pena dari Erasmus Yohanes Sae, mahasiswa pendidikan Biologi, Unwira - Kupang. Ia menyukai sains, sastra dan kamu.

Post a Comment for "Manusia Buta Warna || Puisi EJHOS NFT"