Kita sebagai Tamu || Puisi Lee Clara Mbembe
(Sumber gambar: lifestyle.sindonews.com)
Malam itu kita diundang
oleh tuan pesta,
Kita dijamu dengan
anggur merah,
lalu kita menjadi mabuk
Setelah jamuan
Kau memintaku berdansa
dengan meminta aku memegang pundakmu
dan meminta ijin
memeluk tubuhku.
Aku berbisik bahwa aku
tidak tahu berdansa,
Kau bilang ikuti saja
irama kakimu, dua-dua satu.
Aku mengangguk sambil
tersenyum.
(Baca juga: Mobil Hardtop dan Tumbal Kepala Manusia untuk Fondasi Jembatan - Nerapost)
Kamu menatap pelan.
Sekali lagi berbisik
Cha kau begitu tenang
berdansa denganku.
Aku hanya membalas
tersenyum.
Setelah ini aku harap
kau bisa tuangkan dalam sajakmu.
Apa lagi sajakmu adalah
teka-teki yang harus aku urai dan menemukan dirimu ada di sana.
(Baca juga: Perempuan Juli Berparas Puisi || Kumpulan Puisi Sr. Marta Wullo, SSpS)
Aku pun membalasnya
dengan kata
Jika itu benar katamu.
Cukuplah kau mencari
sebab aku tidak perlu dicari
Aku ada!
jika mau kita bertemu, ini aku ada di
hadapanmu.
(Baca juga: Berkali-kali Ditolak Frater, Sophie: Lebih Baik Menabrak Matahari dan Memeluk Dingin!
Sejenak kita berhenti
berdansa.
Kau bilang;
"Cha kaulah oase
candaku."
harapku nanti setelah
pulang ini kau bisa tidur bersama sajak-sajakmu.
Kita akan bertemu
Pada waktu yang akan
kita rencanakan.
Post a Comment for "Kita sebagai Tamu || Puisi Lee Clara Mbembe "