Di Gerbang Biara dan Cinta yang Mengikhlaskan || Cerpen Mikaela Yohana Florensa
(Sumber gambar: lingkarbudaya.com)
Salah sendiri, namanya juga manusia makhluk Tuhan yang paling sempurna, tahu akan merasakan patah hati yang hebat tetapi tetap saja berusaha mencintai dia yang hatinya milik semua orang. Lalu kau menyalahkan dia karena tidak bisa berkorban untukmu? Tidak! kau salah besar sudah berusaha merebut hati yang menjadi dambaan semua orang. Rupanya mencintai tanpa harus memiliki adalah sebuah cara memerdekakan hati dari patah yang terdalam.
Lena gadis cantik lugu, berbadan tinggi
dan kulit yang putih bersih, mata hitam kecoklatan yang sayu. Sungguh indah
ciptaan Tuhan yang satu ini. Lena sudah menjalin kasih dengan seorang biarawan yang bernama Frater Rinus dan sudah
3 tahun lamanya
mereka menjalin kasih. Komunikasi yang kurang dengan waktu seadanya, tidak
membuat Lena untuk mencintai pria lain.
(Baca juga: Berkali-kali Ditolak Frater, Sophie: Lebih Baik Menabrak Matahari dan Memeluk Dingin!
Gadis remaja yang rupanya masih setia
menunggu untuk dimerdekakan atas nama Cinta. Buktinya sampai sekarang, dia
masih saja terus berdoa meminta kepada Tuhan agar Frater Rinus tetap setia
untuk dirinya dan juga panggilannya. Lena egois, bagaimana bisa ia meminta Tuhan
agar sang Frater tetap setia pada panggilan, tetapi segenggam doanya masih ia
lantunkan agar Frater tetap menjaga cinta yang telah mereka rajut dan kian
disulam beberapa tahun lamanya. Lena tak pernah tertarik pada laki-laki
manapun, ketika ada seorang pria yang ingin mendekatinya, ia akan berkata
"Jangan marah kaka, saya masih jaga hati untuk anak Tuhan."
Banyak teman-temannya pula yang menyarankan agar Lena membuka hati untuk kaum awam, toh nanti jika frater meneruskan panggilannya, Lena pasti sangat sakit hati dan trauma jika kembali mengenal cinta. Namun jawaban Lena masih tetap sama masih menunggu frater dengan setia dan sabar sehingga bisa dimerdekakan atas nama Cinta dan restu Roh Kudus, seperti pada kutipan bacaan 1 Kor 13:4 "Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." Lena percaya bahwa jika nanti mereka akan dipertemukan kembali di titik terbaik menurut takdir Tuhan.
(Baca juga: Setelah Putus dengan Frater, Sophie: Asal Kujamah saja Jubahnya, Aku akan Sembuh!
Awal bulan Juli, Frater Rinus
menyempatkan diri untuk berlibur dan tentunya menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh Lena. Kepulangan
Frater Rinus untuk berlibur menjadi momen yang tentunya harus disyukuri Lena,
Tuhan mendengar lantunan doanya setiap
Malam, yang kian ia rapal sepanjang purnama dan awal Juli menjadi puncak
terkabul doanya itu.
Hp android Lena berdering, sebuah notifikasi pesan WhatsApp masuk "Enu Lena, kaka Frater sudah sampai, sebentar saat senja kaka akan bertamu ke rumah. Tidak sabar mau bertemu enu Lena" pesan singkat dari Frater Rinus. Lena kaget, berkali-kali ia membuka pesan itu, takutnya hanya sebuah mimpi. Lena senang, akhirnya kisah cinta yang kian lama terhalang rindu dan tersampaikan lewat doa, kini bisa ia tumpahkan secara langsung dengan Frater Rinus. Pertemuan kali ini harus menjadi momen yang istimewa, setidaknya rindu yang terpendam selama sekian purnama dapat terobati.
Frater dan Lena tidak ingin melewatkan momen indah kali ini, dan menjadi
saksi bahwa dua insan saling melepas rindu, banyak kisah yang ingin
diceritakan, bertukar pikiran dan saling tanya kabar. "Kak Frater, bagaimana
kabarnya selama di biara? Adakah frater menyelipkan rindu untuk Lena? Ataukah
Frater sudah melupakan Lena?" Pertanyaan yang rentet itu kian terlontar
dari bibir Lena, maklum baru kali ini Lena bisa bertanya sebanyak itu.
(Baca juga: Alasan Seorang Frater tidak Sulit Tinggalkan Kekasihnya – Nerapost)
Frater Rinus tersenyum, rupanya Lena yang ia kenal 3 tahun lalu tak banyak berubah, ia masih menjadi gadis bermata sayu yang cerewet dengan berbagai pertanyaan yang menggemaskan namun tentunya membuat semua orang ingin memilikinya. Frater Rinus merangkul pundak Lena, mengecup kening Lena dengan lembut. "Kau tahu Lena, rupanya Tuhan masih mendengar doamu, lihat sekarang aku masih diizinkannya bersamamu menikmati senja ini". Rupanya senja kali ini membuat Frater dan Lena terlarut dalam sebuah kisah cinta yang seakan baru dirajut. Surya hampir tenggelam, seakan mengisyaratkan bahwa semesta iri dengan dua insan yang kian bersua menikmati senja.
"Lena, saya harap pertemuan kali ini bukan menjadi akhir dari sebuah kisah yang kita rajut selama bertahun-tahun lamanya. Minggu depan saya akan kembali ke biara dan akan meneruskan panggilan ini, saya ingin mewujudkan impian orang tua dan keluarga yaitu saya harus menjadi seorang imam. Dan tentunya saya tidak ingin membuat Tuhanku kecewa, saya akan melayani-Nya dan juga melayani semua orang yang percaya kepada-Nya. Terimakasih selama ini kamu sudah merawat kasih dan cinta yang begitu tulus. Saya harap kamu tidak hanya setia pada sebuah jalinan kasih, namun mestinya kamu juga kamu harus setia kepada Tuhan" Kata Frater Rinus, matanya tidak henti memandang bola mata Lena yang kian sayu. Ia menunggu bagaimana reaksinya apakah ia senang atau sebaliknya.
(Baca juga: Setelah Sidang Skripsi, Sophie: “Frater, Tetap Langgeng dengan Panggilanmu ya!”
Diam tak bersuara, Lena hanya bisa
menunduk dan di kedua
pelupuk netranya rupanya segudang air mata berusaha untuk keluar, kata-kata
dari Frater Rinus seperti sayatan pisau tajam yang menikam hatinya
berkeping-keping yang bertebaran ketika diterpa angin, seperti kilat yang
menyambar di Siang yang terik.
Frater Rinus berhasil membuat patah hati yang terhebat untuk Lena. Bagaimana tidak, Lena yang setia merawat kisah cinta bertahun-tahun harus merasakan patah hati yang begitu dalam, dan pertemuan kali ini menjadi akhir dari sebuah perjuangan cinta yang telah mereka rajut. Senja seakan menjadi saksi bahwa perjuangan Lena harus kandas karena Frater akan kembali hidup membiara dan akan menjadi seorang imam. Hati Frater Rinus, bukan hanya untuk Lena saja, tetapi milik semua orang yang percaya kepada-Nya. Lena hanya menjadi sepersekian dari ribuan umat yang berusaha untuk memiliki hatinya.
(Baca juga: Clara Astuti Jaya, Terpilih Menjadi Ketua BEM Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng)
“Kaka
Frater, jujur saja sebenarnya ini adalah sebuah keputusan yang berat untuk
saya. Rupanya kisah cinta yang saya rawat selama beberapa tahun harus kandas,
ribuan senja telah saya lewati sendiri, doa-doa saya lantunkan setiap malam
agar Tuhan merestui hubungan kita. Jika memang ini yang terbaik untuk saya dan
juga Frater, maka jangan pernah lupa bahwa kita pernah menjalin kisah di antara
ribuan senja. Saya akan mendukung keputusan Frater sepenuhnya, karena saya
yakin Frater adalah orang-orang terpilih untuk menjadi gembala bagi domba-domba
Tuhan. Terima kasih
Kaka Frater, sudah mengajarkan saya bahwa cinta tak harus memiliki, sekarang
saya tahu bahwa cinta yang merdeka adalah cinta yang mengikhlaskan. Biarkan
rasa memiliki Frater sepenuhnya cukup sampai di gerbang biara saja." Lena
menatap Frater Rinus dengan senyuman yang paling indah di bibirnya. Frater lalu
merangkul pundak Lena.
Mikaela Yohana Florensa, Mahasiswi UNIKA St. Ruteng. Saat ini tinggal di Redong, Ruteng.
Post a Comment for "Di Gerbang Biara dan Cinta yang Mengikhlaskan || Cerpen Mikaela Yohana Florensa"