Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ada Apa dengan Puisi? IV || Puisi Arnolda Elan


(Dokpri Arnolda Elan)

(Catatan baca dahulu bagian I sampai III:

Ada Apa dengan Puisi? || Puisi Arnolda Elan)

 Ada Apa dengan Puisi II || Puisi Arnolda Elan)

Ada Apa dengan Puisi? III || Puisi Arnolda Elan)


(Adorasi pelik)

Puisi masih terbaring lemas, setelah menjelajahi buana kelam tempo lalu. Hari masih pagi dan Puisi memecat embun. Pulanglah kasih menemui luka yang menyendiri di kediaman hati. Rute kelaliman sangat elegan dilalui Puisi akhir-akhir ini. Ekspektasi semu mulai menebarkan manisan dan hidangan penutup doa penyerahan dengan sepiring basa-basi. Luka apa lagi yang kau seduh Puisi? Tak cukupkah kopi yang kusuguhkan untukmu pagi ini di kedai? Apa lagi yang kau minta? Puisi, kali ini engkau benar-benar gila. Engkau lebih gila lagi pagi ini. Sederet  luka masih menggigil minta kehangatan. Puisi meliburkan duka sebenarnya.

 

(Baca juga: Alasan Seorang Frater tidak Sulit Tinggalkan Kekasihnya – Nerapost)

 

Puisi, denting piano tua menemani seduhan kasih kopi pagimu, sepiring rindu  kusuguhkan setelah sekian lamanya  Engkau menghilang dan meninggalkan anakmu, Kata sendirian di atas lembaran kusam bekas percintaanmu dengan Pena. Goresan luka memperlihatkan  bagian tubuhmu yang busuk dimakan rayap halusinasi. Setumpuk pilu menimbun hatimu dan bercak darah penderitaanmu masih mengalir menuju aman yang paling teduh.

 

Perjalanan  jauh yang kau tempuh membui rasa rindu terhadap anakmu sekalipun apalagi Aku. Duka yang kau ramu dan luka yang kau tanak dalam periuk tanah itu adalah ramuan sesat yang membelit kasih yang kau tebar, Puisi. Hutan belantara yang dipenuhi suanggi pancaroba merangkak dan menyesatkanmu dalam kegelapan mencari cinta. Puisi entah apa yang terjadi denganmu saat ini? Kedai kopiku bukan lagi tempat yang kau tuju jika harimu runyam dan suram. Kopiku bukanlah sesuatu yang bisa menunda rasa kesal dan gilamu saat ini. Entah apa yang kau sukai? Cerobong curang menganga menanti airmata asinmu, memberimu bekal kepahitan dan kegetiran cinta yang engkau cari sejauh ini, Puisi Aku masih saja menyendiri dan membisu dibius rasa malu yang amat sangat. Sebab ,entah apa  yang bisa membuatmu betah dan menggali cinta bersamaku di sini?

 

(Baca juga: Televisi Tua; Suara Minor dari Ujung Negeri || Puisi BD)

 

Sabita di langit menuntunmu untuk pulang. Matamu masih saja menahan kantuk yang amat sangat. Padahal Aku tau Engkau mau tidur. Meninabobokan duka dan letih lesuh yang menjadi parasit dan Engkau inangnya masih saja berbaik hati. Engkau selalu saja begitu. Puisi, pulau sebelah barat belum kau jelajahi. Kuminta esok pagi tuntaskan adorasi pelikmu itu. Semoga Engkau Kembali membawa kekasih yang penuh asrar itu. Semoga saja Puisi tidak sakit jiwa. Semangat atas pencarian harta cintamu, Puisi!

 

Senja melihat dan turut prihatin dengan keadaanku. Kali ini Aku benar-benar melihat senja menangis bersamaku. Senja, esok Aku mampir di pelataran meronamu. Aku yang kehilangan sekarang.Benar-benar kehilangan. Kumohon, jangan menertawakanku.

Post a Comment for "Ada Apa dengan Puisi? IV || Puisi Arnolda Elan"