Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Televisi Tua; Suara Minor dari Ujung Negeri || Puisi BD


(Sumber gambar: www.gambar.pro)


Mega mulai mendulang gelap

Hujan pun perlahan basahi tanah tanpa beban

Rengek binatang di balik jerami hiruk pikuk

Sedang nasi di piring sudah hampir habis.


 (Baca juga: Ibu Muda Demam Bento - Nerapost)



Di balik layar televisi politisi muda terus berteriak.

“Ayo, pilih aku Jika mau beras dalam gentongmu terus terisi. Aku  siap melayani.”

Fotonya viral di media sosial.

Kata-kata puitis diramu dan meraup suara minor.

Harta dan kata-katanya login di hati warga.

 

Wajah muda bermuka dua terus mengumbar janji.

Suara minor dari ujung negeri terus meneriaki luka.

Setelah ia naik tahta, tak lagi ada suara di balik televisi.

Ia  menjadi pendiam yang telah bungkam dengan uang.


 (Baca juga: Ada Apa dengan Puisi? || Puisi Arnolda Elan)



Tangis dari sudut- sudut penjuru terus menjerit,

Derai sedih mulai gugur satu persatu,

 Niat mengubah nasi menjadi roti hanyalah mimpi.

Sudah bertahun-tahun, dan waktu melebar luas tanpa tuntas.

 

Menanti janjimu yang kabur bersama televisi tua itu.

Akhirnya duka dan derita terus melebari jarak,

Engkau sudah kehilangan aura.

Sedangkan kami masih terus meliuk sepi,

dengan derita yang tak pernah mati.

 

27 Februari 2022

Post a Comment for "Televisi Tua; Suara Minor dari Ujung Negeri || Puisi BD"