Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Catila || Cerpen BD

 

 (Sumber gambar: journal.sociolla.com) 


Kita mesti sadar momen pergantian tahun ini, cukup berbeda dari biasanya. Tahun-tahun sebelumnya kita merasakan sama-sama, sambil menyaksikan kembang api yang mekar menerangi langit. Tak seperti biasanya kita duduk bersama, sambil menyaksikan ritus adat di kampungmu. Mensyukuri setiap rahmat pada tahun yang telah berlalu sembari menyambut tahun yang baru, tentunya juga dengan harapan yang baru. Dulu engkau pernah berharap bahwa kita tetap bersatu, tak terpisahkan oleh waktu dan jarak.


(Baca juga: Selamat Damai Natal Ibu || Cerpen BD)


Kenyataan berkata lain, kita mesti akui itu sebagai jalan terbaik untuk hubungan kita. Demi masa depan juga kita harus melewati jalan ini. Jalan yang rumit, tak semua orang mampu melewatinya dengan nyaman. Ada yang menyerah dan ada juga yang mencuri kesempatan untuk mengambil jalan lain. Bermain petak umpet, membungkus kemunafikan dengan atas nama kepercayaan. Padahal ia sudah pindah ke lain hati. Itulah yang perlu kita waspada bersama.


Aku  tahu, engkau tak seperti itu Catila. Engkau gadis baik yang pernah aku kenal. Tak ada yang melebihimu. Pokoknya mendapatkan hatimu adalah suatu keberuntungan. Pergi darimu suatu kebodohan. Untuk apa mencari yang lain, kalau padamu ada sejuta kenyamanan yang masih mekar. Lelaki yang mau pergi darimu adalah lelaki yang belum menemukan dirimu yang sebenarnya. Dan tak pantasan juga engkau harus patah hati.


(Baca juga: Pedagogi Kritis Henry Giroux dan Terang Kebangkitan Literasi di NTT)


Kita kita telah berpisah oleh jarak. sejak aku mengambil keputusan ini, rasanya berat. Aku harus meninggalkanmu sendiri tentunya dengan keraguan. Ragu apakah hatimu masih bertahan, ragu apakah jarak tidak merubah rasa nyaman yang engkau suguhkan. Air matamu pada saat kita berpisah di Bandara Komodo menyadarkan aku tentang rasamu. Engkau sangat membutuhkan sosokku di sampingmu untuk menopang keluh dan resah dan mungkin juga engkau mau bermain-main denganku.

 Duduk di pinggir pantai Pede, sambil menghitung menit kira-kira pada angka berapa senja itu benar-benar pamit. Rasanya berat Catila. Di sini aku hanya mengurus diri dengan tumpukan tugas. Mungkin juga tak banyak untukmu. Mesti engkau harus tahu tentang itu. Duniaku bukan lagi dunia hp, dunia saling kabar tetapi duniaku buku dan perpustakaan.


(Baca juga: Polemik Pendidikan Daring di Tengah Pandemi Covid-19)


Catila, pergantian tahun sebagai momen yang paling baik untuk melihat kembali diri kita. Dan mungkin juga melihatkan kembali hubungan kita yang sudah ke arah yang tak jelas. engkau sibuk dengan pekerjaanmu sedangkan aku sibuk dengan kuliah. Apalagi engkau ditugaskan di tempat terpelosok dengan jaringan yang tak jelas. 


Suka hilang-muncul dan lebih banyak dihilangnya sama seperti hatimu yang mulai menghilang. Catila, engkau harus tahu aku masih mencintaimu. Perasaanku tak akan tergantikan. Di sini, aku harus duduk merenung sendiri sambil menikmati kopi, melihat kembali foto-foto yang pernah singgah dalam memori hpku. Aku rindu Catila, biarkan hanya tahun yang berganti tetapi perasaanmu, jangan.

Post a Comment for "Catila || Cerpen BD"