Pada Hujan Pelahap sedang Begadang || Puisi Naldy Roo
(Sumber gambar: www.kompasiana.com)
Hujan
Ibuku
pernah bercerita tentang masa kecilku
Tentang
hari yang dilalui tanpa beban
Tentang
cerita yang tidak pernah habis untuk
diceritakan
Sewaktu
kecil aku selalu menunggu musim hujan
Berharap
langit akan mendung,
dan
bahkan bernyanyi seperti merapal mantra untuk melawan pawang hujan
ketika
hujan mulai turun ada begitu banyak anak-anak yang bersorak-sorai,
seperti
merayakan kemenangan karena hujan telah menang melawan pawang.
(Baca
juga: Air Mata Tanda Cintaku yang Paling Tulus || Puisi Selviana Grasantia)
Ada
yang mulai membuka baju dan celananya,
Ada
pula berlari karena takut dikejar ibunya,
Yang
selalu berakhir dengan tangis.
Hujan
yang selalu memberikan kebahagiaan meski harus menggigil karena dingin.
Sesaat
setelah ibuku bercerita tiba-tiba hujan turun,
Anak-anak
mulai berhamburan,
Ada
yang berteriak memanggil temannya.
Ada
pula yang berlari karena dikejar ibunya.
Dari
kejauhan bunyi sirene peringatan bahaya.
Tiba-tiba
tanah pada lereng itu berhamburan melihat anak-anak itu.
Setelah
kejadian itu aku menuliskan sebuah puisi hujanmu tak seindah hujanku.
Mikhael,
03/03/2021
(Baca
juga: Komunitas SVD Ledalero Merayakan Ekaristi Peringatan Arwah bagi Konfrater SVD yang telah Meninggal)
Para Pelahap
Menjelang
senja berlalu tepatnya di depan gang rumah,
Ada
segerombolan semut sedang memikul sebiji nasi.
Entah
dari mana, yang pasti itu dari dapur.
Perlahan
namun pasti.
Mereka
merangkak sesekali berhenti dan bertukar posisi.
Aku
terus memandangnya, sambil menghayal menjadi semut.
Aku
sedikit tertawa,
Tiba-tiba
mereka berhenti tepat sebelum belok ke gang sebelah.
Dari
kejauhan terlihat segerombolan semut sedang memikul sebiji roti.
Mereka
meninggalkan sebiji nasi dan membantu memikul roti.
Aku
kembali ke dalam rumah,
Terlihat
tamu-tamu menghabiskan semua roji di atas meja.
Aku
mengutuki mereka dan merajuk tak karuan “Dasar pelahap”.
Mikahel,
04/02/2021
(Baca juga: Wajib Kamu Tahu! Lima Keunggulan Suami Eksfrater)
Begadang
Hari
ini aku kembali terbang tepat pada jam yang sama.
Pintu
kamarku diketok, namun aku lebih dulu membuka jendela meski masih ngantuk.
Terlihat
air hujan masih membekas di luar jendela,
Ditemani
seekor laron yang sedang menggigil kedinginan.
Aku
menyuruhnya terbang, sebelum matahari mematahkan sayapnya.
Pintu
kembali diketok, sedikit lebih keras dari yang sebelumnya.
Aku
mulai resah.
Aku
membalas dengan batuk, terdengar langkahnya meninggalkan pintu kamarku.
Aku
duduk dekat jendela
Mulai
menerawang tentang mimpi semalam.
Aku
resah karena tak mampu mengingat seutuhnya.
Pintu
diketok lagi lebih keras dari sebelumnya.
Sejenak
aku tersadar sambil memaki diriku sendiri
Padahal
semalam aku tak tidur.
Mikhael
05/02/2021
Penulis adalah mahasiswa STFK Ledalero-Maumere. Saat ini berdomisili di biara SVD Unit Efrata-Gere.
Post a Comment for "Pada Hujan Pelahap sedang Begadang || Puisi Naldy Roo"