Aku yang Terluka Pada Puisi Kekasihku || Puisi Arnolda Elan
Luka Pada Puisiku
Aku masih ingat
Terakhir kali aku menangis
Belasan tahun aku dipersunting puisi
Alihkan perhatian penuh padanya
Semenjak itu, aku bercinta
Menari syair dari daksanya
Aku tidak amnesia
Sejarah rindu itu telah tiada
Puisi itupun telah hirap
Menanggalkan aku bersama hati
Aku di penghujung tahun
Sekian lama mengobati bekas luka
Yang janardana telah membosankan
Aku terluka
Sungguh terluka
Lebam-lebam daksa puisiku
Membiru bisu
Aku tak terharu
Semacam babu yang berjamur
Atmaku rapuh
Kasus paru-paru puisiku
Usus dua belas jari syairku
Menunduk malu
Salah satunya aku
Terlalu
(Baca juga: Selisih Satu Suara, Manek Tatu Pimpin Ledalero 82)
Itu Aku
Puisi itu masih ada
Luka itu masih ada
Lumpuh nan rapuh
Itu aku
Kuil itu tetap berdiri
Menyuarakan kebenaran tegak berdiri
Sendu sedari tadi masih menari
Dan aku terkulai hampir mati
Memapah mimpi sendiri
Telah usang Atma ini mati rasa
Lapuk dimakan musim hujan bulan November
Berjamur dan berbau
Aku ingin di permandikan cinta
Usai puisi itu berdusta
Semesta mengutus puisinya
Menghunjam aku dengan diksi serapahnya
Telanjangkan aku di hamparan mimpi
Terluka
Itu aku
(Baca juga: Wulan ke Kota dengan Jalan-jalan Telanjang || Puisi No Eris)
Puisi Kekasihku
Siapakah dia ?
Seusai merobek daksa puisiku
Darah segar mengalir deras
Membasahi ujung sutera cinta
Diam-diam ia menyetubuhi daksa puisiku
Siapakah dia ?
Membuka tirai puisiku
Melangkahi aku untuk bertandang
Tak pula ucap permisi
Merayu puisiku
Siapakah dia ?
Seminggu aku terlena
Bahkan aku dikelabui saat subuh
Menelan racun bualannya
Kuteguk tanpa bertanya
Arunika mencekik leherku
Menjilat ujung puisiku
Terbangun aku memeluk puisiku
Aku mencintainya
Puisi itu, kekasihku
Ya, kekasih yang hampir direnggut
diksi-diksinya
Arnolda Elan, Mahasiswi PBSI Unika St. Paulus Ruteng.
Post a Comment for "Aku yang Terluka Pada Puisi Kekasihku || Puisi Arnolda Elan "