Isi kepala Lelaki Pemberontak || Cerpen BD
(Sumber gambar: www.wallpaperbetter.com)
Setelah
puas meniduri kata-kata dari Bung Donttel, ia kembali menatap ke rak bukunya.
Sore itu ia puas mencicipi kata-kata dari berbagai penyair hebat. Saking
puasnya ia pun tertidur pulas. Raganya sudah terlelap tetapi imajinasinya terus
memberontak mencari tempat singgah yang pasti. Kopi di atas mejanya masih
tersisa. Rokok surya tinggal enam batang. Ia bangun dan melanjutkan halaman buku
yang masih tersisa puluhan lembar.
Semakin ia mendalami kata-kata dari penyair
klasik hatinya semakin usik. “Apakah kehidupan ini seperti yang mereka tulis
ataukah itu hanya imaji nakal dari mereka?” tandasnya. Belum puas dengan
melumat karya sastra ia kembali mencari buku tentang Tuhan. Lagi-lagi tentang
Tuhan ia gugat, “Benarkah dosa seperti ini? ataukah ini hanya candaan dari sang
teolog?”.
***
(Baca juga: Setelah Pergi; Kamu tak Menemukan Jalan Pulang || Puisi Ocha)
Langit malam mulai bertingkah, awan mulai gelap tanda
sebenar lagi akan turun hujan. Ia masih setia dengan bukunya. Sedangkan suara
petir terus bergemuruh seakan mau memberontak dengan ide-idenya. Lelaki itu
mulai lelah memikirkan kehidupannya.
Setiap
kali ia menggarapi berbagai buku, pikirannya makin kacau. Ia ingin menjadi
seorang penyair tetapi ia tak pandai melukis cerita dengan kata-kata indah.
Ingin jadi teolog, lebih parah lagi. Ia tak pandai menafsir dunia dari sisi teologis.
Hujan mulai membasihi bumi, ia baru sadar bahwa
jemurannya masih menati pada malam. Ia dengan cepat bergegas untuk
mengangkat jemurannya. Tetapi ia lebih cepat dari hujan. Pakaiannya sudah
setengah basah.
***
(Baca juga: Balada Salib; Tuhan Mati karena Cinta || Puisi Sr. Patri Firtika, SSpS)
Ia
tak peduli. Ia memindahkan jemurannya ke dalam kamarnya. Tanpa sengaja gerakan tangannya menutup
halaman buku yang ia baca. Setelah kembali ke kamarnya, ia melihat bukunya
sudah tertutup rapi. Lagi-lagi ia menyalahkan hujan “Mengapa ia datang dengan
cepat, tanpa permisi lebih dulu. Sial!”.
Ia melihat jam, sudah pukul 23:00 berarti tinggal 60
menit lagi, kekasihnya akan merayakan ulang tahun yang ke 24. Iapun menyiapkan
diri untuk berangkat ke kos dari kekasihnya. Tetapi ia masih bingung antara
harus pergi ataukah melanjutkan halaman buku yang masih tersisa.
Ia
membuka gorden dan melihat ke luar dan hujan terus datang, seakan tak merestui
rencanannya. Ia berdoa agar hujan cepat reda. Tetapi hujan semakin lebat. Ia
kembali mencari halaman terakhir dari buku yang ia baca.
***
(Baca juga: Parade Sepatu; Pemuda Nain yang Berjalan di Kepala || Puisi No Eris)
Iapun kembali membaca buku itu sampai habis. Lagi-lagi
isi kepalanya mulai ganas, berbagai pertanyaanya sudah menumpuk pada kepalanya.
Mau cari lawan untuk berdebat tetapi tak ada satupun yang suka dengan
ide-idenya. Sial!. Kopi tinggal sedikit, rokokpun sudah pamit dari bungkusannya
tetapi pikirannya belum pamit dari kepalanya.
Lelaki itu kambli berdoa, rupanya doanya
terkabul. Tepat pukul 24:00 hujan sudah reda. Suara binatang malam sudah nampak
jelas. iapun memberi ucapan selamat ulang tahun kepada kekasihnya. Dengan cepat
juga kekasihnya membalas ucapannya.
Tidak
puas hanya melalui ucapan virtual, Iapun berangkat ke kos kekasihnya. Sesampai
di kos, ia melihat dari jauh kamar kos
kekasihnya gelap. Pikirannya semakin tak jelas, pertanyaan dalam kepalanya
semakin tambah banyak. Iapun membuka pintu kos, ternyata kekasihnya masih duduk
di kasur dan menunggu kedatangannya. Merekapun duduk berduaan pada tempat yang
gelap dan kamar kos yang sedikit sempit.
***
(Baca juga: Bangku Kota dan Sejuta Kenangan || Cerpen BD)
Hujan kembali turun untuk kedua kalinya. Kali ini ia
turun dengan sangat lebat. Ia datang tanpa ampun. Suara deruaan air di depan
kamar kos semakin ganas. Dahan-dahan ikut menari bersama angin malam. Mereka
tetap asyik berduaan. Entah apa yang terjadi untuk selanjutnya, hanya malam
yang tahu.
Kisah mereka terus berlanjut. Hingga sampai lelaki itu terbangun dari mimpinya setelah mendengar suara bising kendaraan. Ia melihat jam ternyata sudah pukul 08:00. Ia menatap ke rak bukunya ternayata buku-buku itu masih tertata rapi, ia mengambil hpnya dan ternyata ia tidur setelah membaca karya dari Bung Donttel "Izinkan aku untuk membuka ritsletingmu”.
Post a Comment for "Isi kepala Lelaki Pemberontak || Cerpen BD"