Cinta Pada Satu Pilihan || Cerpen Sr. Marta Wullo, SSpS
(Sumber gambar: wordpress.com)
Oleh: Sr. Marta Wullo, SSpS*
Entah mengapa aku dan kamu selalu punya
rasa gensi, untuk bertegur sapa ketika kita saling berpapasan. Mungkin karena
kita terlahir dan ditakdirkan untuk memilih jalan hidup yang sama, atau karena
ada sesuatu yang mengganjal di hatimu. Awal perjumpaan antara aku dan kamu
memang sangat lain, dilihat dari cara kamu menyapa aku. Aku tersontak kaget
ketika bertemu dengan dirimu di sini. Sepertinya wajahmu tidak asing untukku.
Ketika aku membuka kembali kelender
hidupku, aku mendapati dirimu di sana. Ah, ternyata benar kamu adalah orang
yang pernah ada dalam area hidupku. Dan saat ini karena di halangi oleh rasa
gensi kita sepertinya musuh besar. Aku tidak mengerti dengan semua sikap
dinginmu terhadapku. Apa mungkin ini merupakan cara kamu untuk menghidar dari
aku?.
(Baca juga: Herlin-dan-Doa-Rosario-Cerpen-BD)
***
Waktu terus berlalu mengiri rembulan dan
mentari yang terbit dan tenggelam setiap hari. Aku pun bergumam dalam diam ah, mengapa
aku harus mengalami hidup seperti ini? Dan mengapa kita harus bertemu saat kita
sudah memiliki status yang sama (biarawan/wati)?. pertanyaan-pertanyaan seperti
yang selalu hadir dan mengganggu ketenangan batinku.
Hingga pada suatu ketika dirimu datang
sebagai seorang pastor untuk memimpin perayaan ekaristi di komunitas. Aku kaget
ketika berpapasan dengan dirimu di sakristi. Aku lebih memilih diam dan diam
tanpa kata.entah sengaja atau tidak sengaja. Aku selalu menangkap matamu yang
selalu memperhatikan aku.
Aku selalu menghindar dari tatapan matamu.
Namun tiba-tiba aku teringat bahwa tatapan matamu itu banyak mengandung ilusi.
Aku mencoba untuk membangkitakan semangat konsentrasi mengikuti perayaan
ekaristi yang sedang berlangsung sampai selesai.
(Baca juga: Cinta-Terhalang-pagar-Tuhan-Cerpen)
***
Selesai perayaan ekaristi aku segera
keluar menyusuri setiap lorong yang ada dalam kapela. Ketika hendak keluar aku
mendapatimu yang sedang berdiri memperhatikanku. Dengan gaya dan ekspresi aku gugup.
Aku mencoba untuk menyapamu, namun kamu merespon dengan senyum yang tidak
tulus.
Ah, ada apa lagi? Aku pikir semuanya akan
baik-baik, namun ketika aku terus melangkah tiba-tiba aku berhenti ketika
suaramu memanggilku. Aku menoleh kebelakang dan mendapatimu dari jauh sambil
mengumbarkan senyum manis padaku. Aku bingung dan tidak tahu mengartikan senyum
manismu itu.
Tanpa
basa-basi aku segera menghindar darimu, namun tiba-tiba engakaupun meraih
tanganku dan menggenggamnya lebih kuat. “Tuhan ada apa ini” apa yang harus aku
lakukan?. Hatiku ingin berontak menghadapi situasi ini. Dengan tenang aku
encoba mengangkat muka untuk menatap wajahmu,aku kaget ketika melihat matamu
sembab. Ternyata kamu ingin menyampaikan sesuatu padaku.
Akupun berusaha tenang. Suasana pun
kembali menjadi hening seketika, dan kamu hanya berdiri diam membisu menatap
aku yang sedang berusaha tenang. Aku kaget ketika kamu menyodorkan amplop putih
kepadaku, hatiku pun mulai penuh dengan tanya yang tidak pasti. Engkaupun
segera pamit dan pulang ke pastoral dengan meninggalkan satu pesan singkat. Tanggal 30 Oktober aku harus ke
pastoral untuk mengikuti suatu acara”.
Ah, Ada apa lagi ini, hatiku pun mulai kacau.
(Baca juga: Seusai-Ekaristi-Ada-Surat-Cinta-Untuk)
***
Aku segera masuk kamar dan segera
membuka amplop putih, dan ternyata kamu mengundang aku untuk hadir mengikut acara
perpisahan. Aku tidak sanggup untuk membaca isi surat selanjutnya. Aku sangat
terpukul, bahkan badan terasa lemah. Air matapun mulai bergelimangan jatuh
mambasahi bantal.
Aku tidak berkuasa apa-apa selain mengiklaskan
kamu untuk pergi melanjutkan studymu
di Filipina. Ternyata selama ini engkau selalu memperhatikan aku dan menyimpan
semuanya dalam hati. Hingga pada tanggal 30 Oktober, aku kebingungan mau pergi
atau tinggal sungguh-sungguh membingungkan.
(Baca juga: Kabar-Duka-dari-Pulau-Seberang)
***
Tiba-tiba HPku berdering, aku mencoba meraih HP
di atas meja dan dengan tenang aku membuka pesan darimu. “Malam Suster aku
tunggu sampai kamu datang”. Air matapun semakin menjadi-jadi. Sepertinya tidak
sanggup untuk membalas pesan darimu. Namun
ada pesan lagi darimu. Aku mencoba membuka pesan darimu “suster aku
sudah ada di depan biara, bolehkah suster keluar sebentar saja”
Aku mencoba membuka tirai kain
jendela dan aku melihatmu sedang duduk di atas motor, dengan mengenakan baju
kaos putih dan celana jeans pendek. Bagaimana mungkin aku harus keluar dan
menemui kamu. Sedangkan hujan masih turun. Aku sedih menghadapi nasib sial ini. Aku pun menangis sejadi-jadinya
melihat kamu kedinginan.
Aku pun bergumam apa sadang bermimpi.? Tidak….tidak….ti…ti…tidak aku berteriak dan menangis yng histeris dalam kamar. Malam pun semakin larut, akan tetapi dirimu saja belum berangkat untuk pulang. Aku sudah berusaha untuk menemui dirimu, namun sepertinya di halangi oleh hujan.
*Sr. Marta Wullo,SSpS. Saat ini berdomisili di Yogyakarta.
Post a Comment for "Cinta Pada Satu Pilihan || Cerpen Sr. Marta Wullo, SSpS"