Wanita 09 November || Cerpen BD
(Sumber Gambar: pixabay.com)
Jikalau benar jalan terakhir dari sebuah pertemuan adalah perpisahan. Mengapa kita diciptakan untuk bertemu. Jikalau pertemuan itu sebuah takdir, kita boleh sama-sama menyalahkan takdir. Mengapa harus kita bertemu. Bukankah kita sama-sama sadar bahwa pertemuan selalu diintimidasi oleh perpisahan. Ada baiknya kita berpisah dengan cara yang terbaik.
Tetapi sama saja. Setiap kali ada perpisahan pasti mengendongi luka. Membungkus hati sedemikian mungkin agar tidak diketahui mata. Sebab jalan pintas dari luka adalah air mata. Sembilan November hari dimana kita bertemu. Bertemu sebagai orang yang baru berkenalan.
***
Baca juga: Suara-dan-Uang
Kita sudah bertahun-tahun dipisahkan oleh jarak yang luas. Jarak membuat kita menjadi orang asing. Tetapi pada tanggal itu kita dipersatukan di taman kota yang begitu indah. Disaksikan oleh sekian juta pasang mata.
Bukankah itu suatu pertemuan yang terbaik sejak kita saling
bertatap lewat Videocall. Suaramu yang serak basah merambat keindraku tentang
yang termelan. Suara yang dulu aku sering dengan sampai ketiduran di ruang
tamu.
Kini aku mendengarnya secara langsung “kak,
sudah dari tadi?”. Pertanyaan klasik memancingku untuk kita mulai bersua muka.
Menatapmu adalah kerinduan yang paling tinggi. Sebab lesung pipimu memancarkan
sekian juta panorama keindahan.
***
Masih ingatkah engaku, saat kita
duduk bersama tiba-tiba kawan dekatmu datang mengagetkan kita yang sedang
berpeluk. Jujur, aku malu. Bagaimana aku harus memelukmu di hadapan sahabatmu.
Tetapi demi cinta dan rindu aku rela. Engkau cukup pandai memutilasikan sekujur
saraf sadarku sehingga aku tidak malu dan canggung.
Engkau
hebat. Engkau orang pertama yang merubah cara pandangku tentang wanita. Aku
yang dulu sering mengklaim wanita sebagai racun yang dapat mematikan hati. Kini
aku mulai sadar, wanita adalah eden surga yang menumbuhkan hidupku.
***
Baca juga: Unit-Agustinus-Melaksanakan-Diskusi
Semuanya telah sirna. Kisah dan cerita yang penuh romantic harus berakhir dengan luka. Pertemuan yang indah harus dibayar dengan cap-cap yang tidak baik. Engkau wanita bangsat. Hanya suka dan pandai merawat pertemuan tetapi tak sanggung menghidupakan kisah itu sendiri.
Betapa kejam dan sadisnya engkau. Rasa luka dan air mata tidak pernah engkau peduli. Engkau hanya ingin menang dan hidup bersama egomu. Lagi-lagi, engkau suka menanam rindu, tetapi engkau tak mampu menuainya. Engkau payah dan konyol. Mungkin ceritanya tidak seperti ini, jika engkau pergi dengan cara yang tebaik.
***
Berpamit layaknya kita
sudah berkenalan sejak lama. tetapi engkau pergi dengan caramu. Pergi dengan
meninggalkan luka. Pergi meninggalkan
air mata. Pergi meninggalkan aku yang masih ingin membubung rindu.
Kita
bertemu dan menjadi sejoli belia sembilan November, dan kita akhirnya pada
sembilanbelas November. Mungkin engkau mau menggenapkan lirik lagu dari Meggy Z.
itu payah. Engkau sudah merancangnya sedemikian rupa. Pukul enam belas sore aku
melihat engkau berdua dengan yang lain.
Post a Comment for "Wanita 09 November || Cerpen BD"