Suara dan Uang || Cerpen BD
Cukup
benar keluhan hati dari ayah Anton tentang tuan-tuan yang duduk di atas
singgasana empuk.
“Mereka datang mengumbar janji yang serapi
mungkin dengan meluluhkan hati dari setiap kaum. Janji manis dibuat seideal
mungkin agar didukung dengan mulus ketempat yang diidamkan. Janji hanyalah
janji. Duduk berpangku kaki sambil menutup telinga agar suara kebisingan dari
segala kaum tak terdengar. Mereka asyik
melipat uang dan merangkul kolega sembari memeluk istri muda. ya..itulah mereka.
Mereka yang dapat enaknya tetapi kita yang mendukungnya sampai talian keluarga
hancur”, kata Ayah Anton sambil memegang hp androitnya.
***
Rupanya pada saat itu Ayah Anton sedang
menonton berita tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerahnya.
Pada
saat yang sama, Anton datang mengahampiri ayahnya. Anton melihat ayahnya sedang
menatap layar HP dengan volume suara yang
begitu besar. “Ayah sedang apa?”, tanya Anton.
Ayahnya tidak menjawab pertanyaan Anton,
rupanya ia sedang asyik menyaksikan berita tentang tuan-tuan yang diseret ke
keruji dengan memakai baju tahanan. “kita telah dukung cape-cape, mereka hanya
duduk diam dan korupsi lagi”, gumam ayah Anton. “Heiii… Ayah sedang apa?, tanya
Anton yang kedua kalinya. Ayahnya menoleh sambil mengekerutkan keningnya “Saya lagi
nonton berita kasus korupsi Anak”, kata Ayahnya.
Baca juga: Unit-Agustinus-Melaksanakan-Diskusi
Lalu
Anton mendekati ayahnya lalu menyodorkan sebuah stiker yang bergambarkan
tuan-tuan yang hendak duduk di kursi empuk untuk lima tahun ke depan. “Saya harap
ayah comblos ini nanti”, kata Anton.
Ayahnya
hanya tersenyum melihat anaknya terus memaksa. “kalau uang banyak baru saya
coblos dia”, kata ayahnya sambli meninggalkan anaknya di teras rumah.
Anton
berdiri dan mengejar ayahnya “Heii Ayah…. nanti masing-masing kita akan dapat
uang rokok”.
***
Singkat
cerita, Ayahnya mendapatkan sepeser dari paslon yang mereka dukung. Anton sangat
gembira karena ia tahu jumlah suara dari tuan yang ia dukung. Ia yakin dan
percaya semua suara itu tidak akan lari apa lagi Anton sudah membeli nurani
mereka dengan sepeser yang begitu mahal.
Pada
hari pemilihan, Anton duduk paling depan di TPSnya. Ia memperlihatkan dirinya
disemua orang bahwa tuannya akan menang. Anton sudah menarget 200 suara dari
TPSnya.
Pokoknya
hampir seluruh warga kampung, Anton telah menitip sepejer pada saku mereka. Terikan
para pendukung dari tuannya “kita menang” membuat Anton semakin tertawa lebar. Hari
itu, semua orang yang bekerja di TPS, Anton sediakan rokok dan minuman.
pokoknya ia yakin bahwa jumlah suara untuk tuannya pasti banyak.
***
Pemilihan
suara berjalan dengan aman. Permainan anton tertata rapi. Ayahnya hanya
tersenyum menyaksikan anaknya yang terlalu percaya diri bahwa tuannya akan
menang.
“Aduhh
anakku, engkau masih cukup beli untuk memahami dunia politik”, kata Ayahnya.
Baca juga: Adelia-Pada-Suatu-Siang-di-Pasar-Lembor
Ayahnya
pulang sambil menggelengkan kepala. Ia amat yakin bahwa tuan dari anaknya pasti
kalah. Rupanya, dugaan ayahnya amat benar. Pada saat perhitungan suara, tuannya
hanya memperoleh dua suara. Anton berteriak histeris. Ia tidak menyangka akan
hal itu. Dulunya ia yakin 200 suara dari TPSnya.
Anton maki habis-habis semua yang ada di situ. “Kamu telah menerima uang, tetapi kamu tidak memilihnya”, teriak Anton. Semua orang di situ hanya tersenyum menyaksikan anton yang duduk berdiam diri di sudut ruangan.
***
Anton
pulang ke rumah dengan perasaan kecewa. Ia sangat benci dengan ayahnya. Ia tahu
pasti ayahnya tidak mencoblos pada tuannya.
Sampai
di rumah, Ia menobrak pintu depan, sampai engeselnya rusak. Ayahnya pura-pura
tidur. Ia tahu bahwa tuan dari anaknya pasti kalah. Mulai saat itu hubungan Anton
dengan ayahnya menjadi hancur.
Pada
saat Anton hendak pergi dari rumah, ayahnya sempat menyisihkan pesan pada
telinga anaknya “Anak…. tidak semua suara mampu kau sisip sepeser. Kadang
mereka membuka saku, tetapi tidak membuka suara. Itulah kejamnya dunia politik
anak”.
Post a Comment for "Suara dan Uang || Cerpen BD"