Suatu Siang di Pasar Lembor || Cerpen BD
Dua
tahun yang lalu aku pergi meninggalkan kota yang sejuta kenangan. Mungkin
engkau merasa aku pergi dengan lepas-bebas. Sekali tidak. Aku pergi dengan
segudang beban. Aku pergi meninggalkanmu sendiri. Meninggalkan tempat dan waktu yang penuh
dengan kenangan. Dalam benakku aku bisa menitipkanmu pada kedua orang tuamu.
Tetapi aku salah. Pergi meninggalkanmu tanpa
adanya ikatan cinta yang pasti adalah awal dari keraguan yang dini. Aku harus
meragukan waktu. Aku harus meragukan jarak dan aku harus meragukan cinta kita.
Apakah mungkin kita masih bisa bertahan?. Keraguanku ternyata benar.
***
Baca juga: Tidak-Ada-bekas-Bibir-Yoga
Memang
itulah kenyataan yang harus aku tanggung. Pergi hanya sebentar ternyata
berujung selamanya. Dulu aku hanya berjanji, aku hanya pergi dua tahun saja.
Tetapi setelah mendangarkan kabar bahwa engkau juga telah pergi. Betapa sakit
rasanya. Beban semakin memuncak setelah aku tahu engkau pergi dengan sahabatku.
Kini
aku kembali ke kota ini. Kota yang dulunya milik kita berdua. Dari pagi sampai
sore kita berjalan menyusuri lorong-lorong. Berlari dari gang ke gang hanya
untuk membuatmu bahagia. Betapa pahitnya pil yang harus aku minum. Betapa
masamnya cuka yang harus aku seduh.
Setelah aku
melihat ada tulisan nama kita pada tembok-tembok. Mungkin engkau masih ingat
itu. Tetapi aku tak memaksamu untuk mengingatnya karena kita bukan siapa-siapa
lagi. Biarkan waktu yang menghapus semuanya. Jujur aku tak sanggup menghapusnya
dengan cepat. Sebab engkau masih terlalu istimewa bagiku.
***
Baca juga: Pastor-Rinus
Kedai
kopi milikmu menjadi terlaris di kota ini. Ada sekian banyak orang yang datang
ke kedaimu. Entah itu mau menikmati kopimu atau hanya ingin melihat parasmu.
Entahlah. Teman-temanku pernah mengajakku untuk menikmati kopi di kedaimu tetapi
aku menolaknya.
Aku tak sanggup melihatmu. Ada
sekian banyak alasan di saat teman-temanku mengajakiku ke tempatmu. Mulai dari aku tak suka kopi sampai aku menghina tempat kedaimu. Pada hal itu semua hanya
dibuat-buat agar mereka tidak mengetahui cerita kita.
Tetapi
siang ini aku berani mendatangi kedaimu. Bukan hanya ingin menikmati kopi
buatanmu tetapi lebih dari itu, aku ingin melihatmu. Apakah engkau bahagia atau
tidak. Engkau tak tahu aku. Mungkin karena aku pakai masker dan topi
hitam.
***
Baca juga: Brevir-Tua-Cerpen-BD
Engkau hanya bertanya “Mas, mau
minum kopi?”. Aku hanya berani mengangguk. Tak berani menatapmu. Engkau masih
seperti yang dulu. Sikap yang ramah dan suara yang lembut. Aku ingin sekali
memangil namamu. Tetapi aku takut, mungkin engkau sudah tak mengenaliku.
Kopi buatanmu teras nikmat. Aku ingin sekali menyapamu dan mengajakmu untuk berada di mejaku, meski tidak lama. Tetapi aku masih tak bernai. Aku sesekali membuka topi agar engkau mengenali, tetapi sama saja. Rupanya engkau sudah tak mengenalku.
Jalan terbaikku adalah menitipkan surat di bawah gelas kopiku. Agar
engkau mengenaliku. “Adelia, maafkan aku. Aku pergi untuk kembali. Tetapi
engkau pergi untuk melupakanku. Selamat siang dan selalu bahagia enu Adelia”.
Entahlah engkau sudah mnemukan dan membacanya atau mungkin sudah terbawa angin.
Post a Comment for " Suatu Siang di Pasar Lembor || Cerpen BD"