Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Suatu Siang di Pasar Lembor || Cerpen BD

 

(Sumber gambar: Pixabay.com)

                Dua tahun yang lalu aku pergi meninggalkan kota yang sejuta kenangan. Mungkin engkau merasa aku pergi dengan lepas-bebas. Sekali tidak. Aku pergi dengan segudang beban. Aku pergi meninggalkanmu sendiri.  Meninggalkan tempat dan waktu yang penuh dengan kenangan. Dalam benakku aku bisa menitipkanmu pada kedua orang tuamu.

 Tetapi aku salah. Pergi meninggalkanmu tanpa adanya ikatan cinta yang pasti adalah awal dari keraguan yang dini. Aku harus meragukan waktu. Aku harus meragukan jarak dan aku harus meragukan cinta kita. Apakah mungkin kita masih bisa bertahan?. Keraguanku ternyata benar.

***

Baca juga: Tidak-Ada-bekas-Bibir-Yoga

                Memang itulah kenyataan yang harus aku tanggung. Pergi hanya sebentar ternyata berujung selamanya. Dulu aku hanya berjanji, aku hanya pergi dua tahun saja. Tetapi setelah mendangarkan kabar bahwa engkau juga telah pergi. Betapa sakit rasanya. Beban semakin memuncak setelah aku tahu engkau pergi dengan sahabatku.

                Kini aku kembali ke kota ini. Kota yang dulunya milik kita berdua. Dari pagi sampai sore kita berjalan menyusuri lorong-lorong. Berlari dari gang ke gang hanya untuk membuatmu bahagia. Betapa pahitnya pil yang harus aku minum. Betapa masamnya cuka yang harus aku seduh.

Setelah aku melihat ada tulisan nama kita pada tembok-tembok. Mungkin engkau masih ingat itu. Tetapi aku tak memaksamu untuk mengingatnya karena kita bukan siapa-siapa lagi. Biarkan waktu yang menghapus semuanya. Jujur aku tak sanggup menghapusnya dengan cepat. Sebab engkau masih terlalu istimewa bagiku.

***

Baca juga: Pastor-Rinus

                Kedai kopi milikmu menjadi terlaris di kota ini. Ada sekian banyak orang yang datang ke kedaimu. Entah itu mau menikmati kopimu atau hanya ingin melihat parasmu. Entahlah. Teman-temanku pernah mengajakku untuk menikmati kopi di kedaimu tetapi aku menolaknya.

    Aku tak sanggup melihatmu. Ada sekian banyak alasan di saat teman-temanku mengajakiku ke tempatmu. Mulai dari aku tak  suka kopi sampai aku menghina tempat kedaimu. Pada hal itu semua hanya dibuat-buat agar mereka tidak mengetahui cerita kita.

                Tetapi siang ini aku berani mendatangi kedaimu. Bukan hanya ingin menikmati kopi buatanmu tetapi lebih dari itu, aku ingin melihatmu. Apakah engkau bahagia atau tidak. Engkau tak tahu aku. Mungkin karena aku pakai masker dan topi hitam.

***

        Baca juga: Brevir-Tua-Cerpen-BD

            Engkau hanya bertanya “Mas, mau minum kopi?”. Aku hanya berani mengangguk. Tak berani menatapmu. Engkau masih seperti yang dulu. Sikap yang ramah dan suara yang lembut. Aku ingin sekali memangil namamu. Tetapi aku takut, mungkin engkau sudah tak mengenaliku.

                Kopi buatanmu teras nikmat. Aku ingin sekali menyapamu dan mengajakmu untuk berada di mejaku, meski tidak lama.  Tetapi aku masih tak bernai. Aku sesekali membuka topi agar engkau mengenali, tetapi sama saja. Rupanya engkau sudah tak mengenalku. 

    Jalan terbaikku adalah menitipkan surat di bawah gelas kopiku. Agar engkau mengenaliku. “Adelia, maafkan aku. Aku pergi untuk kembali. Tetapi engkau pergi untuk melupakanku. Selamat siang dan selalu bahagia enu Adelia”. Entahlah engkau sudah mnemukan dan membacanya atau mungkin sudah terbawa angin.

Post a Comment for " Suatu Siang di Pasar Lembor || Cerpen BD"