Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Herlina Gadis Alfamart || Cerpen BD

 

(Sumber Foto: m.kapanlagi.com)

 

“Her, kamu sudah lama kerja di sini ya?”, tanyaku. Ia hanya tersenyum tanpa memang wajahku. Ia  masih sibuk membuka dan menutup laci mejanya. Hari itu ia sibuk melayani pembeli. Aku mengenal Herlina pada saat aku bermain bola di kampungnya. Pada saat itu ia sebagai pengurus team. Wajar saja ia anak dari seorang pelatih hebat di kampung itu. Pada saat itu, aku mengalami cedera lutut. Herlina dengan hati iba ia membawaku ke rumah sakit. Di sanalah waktu yang paling adem untuk mengenalnya.

Di tengah perjalanan ia tak henti-hentinya memujiku “Kak main terlalu keren eh. Pokoknya mirip Vinicius di Real Madrid. Cepat, lincah dan liar di mulut gawang”. Aku hanya tersenyum mendengar pujiannya. Aku yang belum terlalu mengenalnya masih canggung untuk ngobrol berlebihan. Dalam benakku hanya memikirkan pasti ia sudah menikah. Soalnya pada jarinya terlihat cicin emas melingkar.

Di rumah sakit, ia tak bosan duduk di sampingku. Ia melihat dan sesekali memijat betisku. Aku yang saat itu diliputi keraguan enggan bertanya banyak. Ia selalu menatapku dengan tatapan yang indah. Senyum dan lesung pipinya yang merona membuatku semakin terkesima untuk membalas tatapan dan senyumannya. “Hei kak, jaga liat begitu eh. Saya jadi malu”, cetusnya. Aku tersadar bahwa ia mulai mengetahui tingkah konyolku. “Tidak apa-apa to, liat engkau yang terlalu manis tu”. Ia semakin nyaman.

***

Baca Juga:Frater-Aku-Mencintaimu

 Pada saat itu aku mendapat telepon dari coach bahwa team kami telah memenangi pertandingan meski harus melalui babak penelti. Aku dan Herlin semakin bahagia. Team kami harus berhadapan dengan team unggulan dipartai final. Herlin berkata “Kak cepat sembuh eh. Pokoknya kaka harus ikut bertanding dipartai final”. Aku hanya mengaggukkan kepala mendengar perkataannya.

Singakat cerita kami telah memenangi pertandingan dan aku dinobatkan sebagi top scorer. Sudah pasti aku mendapatkan hadih lebih. Lebih jauh juga aku mendapatkan momen untuk berfoto dengan Herlina. Hari itu menjadi awal kisah kami. Pada saat berselfi dengannya, tanganku tak sengaja menyentuh pinggulnya. Herlina hanya tersenyum melihat wajahku yang merah seketika.

 “Kaka, boleh tinggalkan nomor WAnya ko?”, tanya Herlina. Aku yang pada saat itu mulai merasa nyaman, tak keberatan memberi nomor WAku. Kamipun berpisah. Dalam perjalanan pulang pikiran mulai berkecamuk. Andai saja ia mengirimku pesan dengan emot love, pasti ia belum menikah. Tetapi jika tidak, benar ia telah berkeluarga. “Mungkinkah aku harus hadir sebagai perusak keluarganya. Ahh, tidak. Aku tak sekonyol itu”.

***

Hari kian berlalu, namaku di kampungnya kian redup. Mungkin Herlina juga tak memikirkanku lagi. Andai saja di kampung itu ada turnamen pasti aku ke sana. Aku terus memikirkannya. Buku-buku kuliah penuh dengan namanya. Apakah aku terlampau bodoh memikirkan gadis yang tak pernah mengabariku. Herlina kian hilang dalam pikiranku. Pada buku kuliah juga namanya makin hari makin hilang yang ada hanya Plato, Aristotels, Kant, dll. Pokoknya para filsuf yang hangat dibahas dalam materi kuliah. “Herlina, haruskah aku kembali ataukah engkau sendiri yang datang kepadaku. ahh,, jangan nanti aku yang mencarimu”, pintaku pada fotonya.

Sudah tiga tahun, Herlina menghilang dalam ingatanku. Aku yang mulai sibuk berkerja dan enggan untuk jatuh cinta lagi. Bagiku jatuh cinta adalah jalan pembunuhan hati yang kejam. Pada saat aku pergi ke kota, aku singgah di Alfamart langgananku. Pada saat aku masuk dan menuju meja kasir. Aku amat kaget, di sana ada Herlina yang sibuk dengan kalkulatornya. Aku diam pada antrean menuju meja kasir. Pada saat aku berhadapan dengannya aku langsung berkata “engkau sudah lama di sini?".

Baca Juga; Wanita-Berhati-Lebam-Cerpen-bd

 Ia kaget dan melihat wajahku “Hei kaka, apa kabar?”. Aku tahu pertanyaan itu muncul dari rasa malunya. Iapun memanggil temannya untuk menggantikan posisinya di meja kasir. Dengan cepat ia mengejarku keluar. “Kak, kemana saja selama ini?. aku telepon nomor yang kaka beri tetapi selalu di luar jangkuan”, kata Herlina. Akupun mengecek nomor yang aku beri padanya 3 tahun yang lalu. “Adoh Her, jangan marah. Padahal nomor ini salah”.

***

Ia langsung menangis pada pundakku. Aku kaget mengapa ia menangis. Dengan tebatah ia berkata “Aku rindu dan cinta dengan kaka”. Aku hanya tersenyum melihat matanya yang merah. “Bukannya engkau sudah menikah?”, tanyaku. Ia hanya tersenyum “Aduhh kaka eh. Saya belum menikah eh”, jawabnya. Hatiku seakan menari ria. Benar kata orang “Kalau jodoh tidak ke mana”.

Kamipun menghabiskan waktu duduk berduaan di luar Alfamart. Cinta yang telah lama hilang kini kembali. Rasa yang kaku kini telah mencari kembali. Pokoknya hanya dengan ia, aku jatuh cinta. “Kak tidak ada niat untuk menembakku ko?”, tanya Herlina. Dengan cepat aku mengambil sebuah botol Fanta yang sudah kosong, lalu berdiri di hadapannya. 

“Her, kamu mau menikah denganku?”. Ia tertawa mendengar perkataanku. “Kaka ehh, pacaran saja belum, kog langsung menikah sih”. Aku langsung malu. “Ehhh, maksudku berpacaran denganku”. Ia menganggukkan kepala. Kini kami menjadi kekasih yang selalu romantis. Kalau ada masalah ia mengirim foto botol Fanta “Kak ingat ini to”. Pokoknya Alfamart menjadi saksi dan Fanta menjadi jembatan paling nyaman.

Post a Comment for "Herlina Gadis Alfamart || Cerpen BD"