Selamat Damai Paskah Ibu || Cerpen BD
(Sumber Gambar: teaandlead.blogspot.com)
"Jalan terbaik mengungkapkan rindu adalah berdoa dan menulis sejadi-jadinya. Biarkan semesta tahu bahwa kita sedang merindu. Kerinduan terbesar dari seorang anak ada bersama seorang ibu. Sebab ibu adalah payung kasih yang paling teduh".
Terang Lilin paskah yang menjulang tinggi di atas pusara Tuhan, setidaknya mampu menerangi jalan kita. Jalan yang sudah terpisah sejak sepuluh tahun yang lalu. Dimana ibu pergi saat aku mulai belajar berkata-kata. Katanya buat apa aku memelihara anak yang tak berayah. Itu cukup koyol tetapi aku mengerti tentang perasaanmu waktu itu. Engkau bersusah payah memeliharaku dari rahimmu sampai aku bertetas di bumi. Ayah pergi setelah kedua orang tuamu tidak menerima keadaannya sebagai laki-laki miskin yang tak pantas bersanding dengan keluargamu yang berada.
***
Sepuluh
tahun adalah waktu yang cukup lama untuk merindukanmu. Rindu akan seorangg ibu.
Andai kata aku boleh lama-lama dalam rahimmu dan tidak menginginkan menyapa
dunia. Tetapi itu tidak mungkin. Sebab Sembilan bulan batas usia dalam rahim seorang anak normal. Kini
aku tumbuh menjadi seorang anak yang mengerti dan memahami arti seorang ibu.
Sejak
engkau pergi dari duniaku, rasa-rasanya duniaku terlalu hambar. Panggilan anak
sayang sudah tak dengar lagi. Nasi yang engkau kunyah lalu engkau memasukannya
pada mulutku itulah cintamu yang paling tulus. Air ludahmu adalah dekapan yang
paling basah saat aku haus dan kering pada dunia.
“Ibu,
masih lama lagikah engkau pergi?” Atau mungkin engkau sudah tak mengingat
sedikitpun tentang aku. Itu tidak mungkin. Aku tahu, engkau ibu yang baik. Mengkin
engkau butuh waktu untuk menerima kenyataan pahit ini dalam hidupmu. Semakin lama
engkau butuh waktu, semakin lama juga aku merindu. Sebab hanya padamu rinduku tercurah
setelah aku puas mencurah pada Tuhan.
***
Masih terlintas jelas dalam ingatanku tentang engkau yang selalu bersoal dengan kedua orang tuamu. Mereka selalu berkata “anak tidak baik, ceraikan laki-laki itu.” Kata-kata itu menikam seluruh tubuhmu. Engkau terlalu mencintainya.
Hingga engkau pergi
dari rumah. Itulah bentuk eksprsimu yang paling sangar. Pergi meninggalkanku di
panti asuhan. Aku tidak pernah menyalahkanmu, sebab itu jalan terbaik yang
harus kita tempuh agar kita sama-sama mampu bertahan hidup.
Sejak
engaku pergi, entah kemana. Aku tak pernah mendengarkan kabarmu. Pernah
sesekali aku mencoba mencarimu pada akun facebookmu. Engkau berada di tanah
jawa. Aku tidak berni untuk mengirimkan pesan kepadamu.
Aku
takut jika engkau sudah tak mengenalku. Saat aku melihat foto-fotomu yang
engkau unggah. Aku meneteskan air mata. “Ini ibuku. Ibu yang paling cantik. Tetapi
mengapa hatinya sejelak ini” tutupku. Setelah itu aku mengembalikan hp pada
ibu panti.
***
Setiap
hari aku melukis wajahmu pada angan-angan malam. Mulai melukis tentang senyummu
hingga kita kembali menyatu sebagai keluarga kecil yang bahagia. Setiap aku
menulis tentangmu, aku tak berani menyebutmu ibu. Aku mencoba membiarkan hatimu
yang berkata tentangku. Tentang seorang anak yang pernah ada sembilan bulan dalam rahimmu.
Catatan
harianku sudah bercecer pada setiap buku. Mungkin ini yang ke seratus lebih aku
kembali menulis tentangmu. Aku tidak tahu, pada angka berapa aku berhenti
menulis kerinduan tentangmu. Aku tidak tahu, pada titik berapa aku merubah
judul pada tulisakanku “Ibu, engkau kembali”.
***
Rasanya
dunia ini tidak adil. Ada ibu yang merindukan seorang anak. Ada juga ibu yang
tidak merindukan seorang anak. Mungkin jalan terbaikku, aku harus menerimanya
dengan lapang.
“Ibu,
kamu tahu. Hari ini, hari raya paskah.”Tuhan sudah bangkit dari kuburNya. Setidaknya
kita sama-sama bangkit dan berdamai dengan masa lalu. Itu pesanNya yang
terakhir sebelum Yesus melipatkan kafanNya pada kubur.
“Ibu, Yesus sudah siap-siap menuju ke Emaus, setidaknya engkau juga siap-siap untuk kembali. Terang lilin paskah setidaknya bisa menerangi jalanmu untuk kembali. Jika engkau tidak kembali, ijinkan aku untuk mengucapkan damai paskah ibu”, tulisku pada garis dan halaman terakhir pada buku itu.
Post a Comment for "Selamat Damai Paskah Ibu || Cerpen BD"