Pastor Rinus || Cerpen BD
Masih terniang jelas pada ingatanku, saat pertama aku berjumpa dengan Martha pada perayaan perak usia pernikahan dari kedua orang tuanya. Pada saat itu, kami dipercayakan oleh kelurganya untuk membawakan paduan suara pada perayaan itu. Saat itu Martha berdiri dekat pada ibunya yang hendak mau berfoto bersama. Dari gaya dan kemeriahan pesta terlukis jelas mereka keluarga berada.
Pada saat itu juga aku mulai berkenalan
dengan Martha. Awalnya aku cukup canggung dengannya karena melihat paras dan
lekukan pada tubuhnya yang begitu indah. Akan tetapi Martha rupanya orang yang
memiliki selera humor tinggi. Sehingg akhirnya kami menjadi dekat serapi saat
ini.
***
Bercanda-ria yang dibarengi dengan humor rupanya membuat aku dan Martha semakin nyaman. Benih-benih rasa kian bertabur semi memantikan setiap waktu temu. Pada akhirnya aku dan Martha saling mengungkapkan rasa yang sudah lama terpendam. Martha merupakan wanita berkarir. Dua tahun yang lalu ia telah menyelsakian sekolah hukum di Universitas ternama. Singkatnya sampai ia berkenalan denganku, ia belum pernah menjalin rasa yang serius dengan laki-laki.
Baca juga: Jembatan Wae Longge Penuh Eksotis
Rupanya ia mau menyeleksi secara detail
setiap lelaki yang datang mau berkenalan dengannya. Entah kenapa ia jatuh pada tanganku yang
masih belum cukup untuk menggandengkan tangannya menjadi sejoli. Aku masih
mahasiswa tingkat dua di salah satu seminari panti imam. Mungkin karena aku
adalah seorang calon imam sehingga ia secepat waktu menuangkan rasanya padaku.
***
“Kak
Fr, bagaimana kabar?”, tanya Martha. Aku
mengerti baik perihal tanya dari Martha. Ada rindu yang terbungkus rapi
darinya, meski tak terlihat jelas dan masih samar-samar. Kabar baik kak, kataku.
Tanya kabar sampai Martha menanyakan apakah Frater boleh memiliki pacar menjadi
awal gelayut rasa kami. Dalam nuansa canda aku selalu berguyon dengannya “Boleh-boleh
saja kak, intinya pacaran jangan langsung milik”. Aku yang setiap hari bergelut
dengan dunia filsafat sampai pada akhirnya aku melanjutkan pendidikan
pascasarjana. Hubungan kami masih terjalin rapi.
Beberapa tahun yang lalu aku ditugas untuk menjalankan tahun orentasi pastoral di salah satu paroki ternama dekat dengan kampung Martha. Rupanya Martha menyambut baik kabar ini, sebab ia tidak lagi datang jauh-jauh untuk menemuiku di biara. Karena sekarang aku sudah berada di wilayah parokinya.
***
Keluarga besar Martha
sudah mengetahui bahwa Martha berpacaran dengan seorang frater. Ada sekian
banyak penolakan dari keluarga. Ada yang mengatakan ‘jangan engkau mengambil
milik Tuhan, yang lain mengatakan siap-siap engaku akan merawati dan menjahit
kembali hatimu yang terluka kalau nantinya ia tetap melanjutkan menjadi imam.
Bagiku Martha adalah tokoh motivasi dan sekaligus inspirasi rohaniku. Martha adalah umat Tuhan yang setia dan tekun berdoa. Setiap hari minggu ia selalu duduk pada bangku terdepan dalam gereja. Lebih jauh lagi, setiap sore ia datang ke pastroran untuk beradorasi. Entahlah, apakah ini cara dan modus agar ia bertemu denganku. Tetapi bagiku dia adalah umat Tuhan yang setia.
Setelah selesai praktik pastoral aku kembali ke biara untuk melanjutkan studi teologi. Ini adalah pilihan yang membuatkan dilema. Apakah aku melanjutkan hidup dalam jeruji suci ataukah hidup dalam lingkaran selimut Martha?. Aku mulai studi teologi. Martha setiap saat menanyakan perihal “Kak Fr, kapan sudah undur dirinya?.
Tidak ada jawaban yang pasti
dariku “Kak tunggu saja dulu. Tunggu saya menyelsaikan studi ini”, kataku.
Martha rupanya terlalu dalam menyimpan rasanya untukku sampai sekian tahun ia
harus menungguku. “ok kak, aku masih tunggu. Tetap semangat studinya ya kaks”,
kata Martha.
***
Studi teologiku telah selesai dan aku mendapat gelar magister teologi. Kini pilihan yang berikut adalah apakah aku harus melamar untuk ditahbis menjadi diakon ataukah aku ditahbiskan Martha menjadi ayah dari anak-anaknya?. Tanpa pertimbangan yang matang akupun melamar untuk ditahbiskan menjadi diakon. Aku tidak pernah mengunggah foto-foto tentang tahbisanku. Aku takut Martha melihatnya.
Aku pun melanjutkan praktik diakonat di sebuah
lembaga seminari. Martha selalu bertanya ‘Kak, masih lama k?”. Aku selalu
menipu diri sekaligus menipu Martha “Masih lama kak. Tunggu 2 tahun lagi
soalnya aku ada masalah dengan pimpinan biara, sehingga studiku jadi
tersendat”. Trikku cukup meyakinkan Martha.
Baca juga: Riani yang Terlanjur Basah
Tibalah
suatu momen yang istimewa bagiku setelah sekian tahun bergelut dengan filsafat.
kini aku dan beberapa teman akan di tahbiskan menjadi imam. Aku memberi tahukan
Martha untuk datang dalam perayaan itu. tetapi aku tidak memberitahukannya
secara jelas. Aku hanya memberitahukan bahwa “aku akan wisuda sebagai magister
teologi. Tolong kamu juga harus datang”. Martha dengan rasa bahagia menerima
pesanku. Sebab dalam benaknya calon suaminya adalah S2 teologi.
***
Martha datang dengan
dandan yang anggun, pokoknya amat cantik sampai sekian pasang mata menatapnya
tak berkedip. Lalu komentator menaiki mimbar pratanda perayaan akan dimulai.
pada saat komentator membacakan intensi dari perayaan itu. Martha sudah mulai
keringat dingin. Komentaor mulai
membacakan diakon-diakon yang akan ditahbiskan menjadi imam. Ia kaget dengan
namaku yakni diakon Rinus
Martha
sudah kian resah. Dalam benaknya “Apakah benar ia sudah menjadi daikon? Mengapa
ia tidak pernah memberitahuku?. Lagu pembukaan halleluya piawau dikidungkan
bertanda korban tuhan sudah mulai. Barisan misdinar terjejer rapi, di belakang
misdinar para dikon, pada barisan yang terakhir Martha melihatku dengan penuh
air mata. Benar ia akan ditabiskan menjadi imam. Aku tidak mampu melihat Martha
yang sedang berlinang air mata. Aku tahu, air mata itu bukan lahir karena rasa
terharunya melainkan ia tidak rela aku menjadi imam Tuhan.
***
“Kak,
tidak cukupkah engkau menyiksa aku dengan jarak. Tidak cukupkah engkau menyiksa
aku dengan penantian pada waktu yang cukup lama. Aku sakit hati melihat dan
menyaksikanmu memakai stola dan kasula itu. kalau bisa, aku akan menggugat
Tuhan, mengapa Ia mentahbiskanmu menjadi imam disaat aku sudah mengkonsepkan
masa depan keluargaku dengannya”.
Martha
pulang membawa luka dari harapan palsu
dari pastor Rinus. Martha pulang tanpa
memberikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku hanya berdoa untuknya agar
ia mendapatkan laki-laki yang baik untuk menjadi ayah dari anak-anaknya.
*Mohon Maaf bila ada kesamaan nama dan kisah. Ini hanya imajinasi dari penulis.
Post a Comment for "Pastor Rinus || Cerpen BD"