Sabda Suci dari Bukit || Puisi BD
1/// Sudah saatnya engkau memberi sembah kepada-Ku.
Hari
di mana aku meminta korban bakar di atas meja hidang.
Dengan
gegas Abraham membawa anak semata wayang,
“Akan
kucoba engkau, seberapa dalam imanmu akan Aku”,
suara
yang berseru-seru dalam benaknya.
Tanpa
pikir, ia pergi dengan segudang pasrah.
Hari
itu anaknya menjadi sesajian sembah untuk sang Tuan.
Anak
yang lugu, tak pernah bertanya banyak perhial menaiki gunung suci.
Tak membawa hewan kurban,
pergi saja.
Mungkin Tuan telah menyiapkannya di atas gunung suci.
Iman
Abraham seketika dilelang bersama kayu bakaran.
“Jangan
bunuh anak itu”,
suara itu datang lagi.
Sang
Tuan sudah tahu tentang kuat percaya Abraham.
Abrahampun
dilimpahi kasih yang setinggi langit.
lalu
Abraham dengan gigih berkata;
“Aku
akan membayar nazarku kepada Tuhan. Di depan seluruh umatnya, di pelataran
rumah Tuhan, di tengah-tengah Yerusalem”.
Ia
semakin teguh dan berjalan di hadapan Tuhan di negeri orang-orang hidup.
Dalam
sujud, ia terus menepuk dadanya “Aku ini
hamba-Mu, anak dari sahaya-Mu”.
2/// Sang Bapa tidak
pernah menyangkal Anak-Nya sendiri.
Cintanya
terlalu dalam untuk dibandingi
cintaNya
terlalu luas untuk diukur.
Pokoknya,
cintaNya tak pernah kenal batas.
Bahkan
Ia rela mengutus putra tunggalNya untuk menembus kita.
tidak
sampai di situ saja,
bahkan
AnakNya itu rela mati,
bukankah
itu, cinta yang melampaui batas.
cintaNya
tak tertandingi lagi,
Ia
cepat gegas ke rumah BapaNya,
untuk
membuka pintu abadi untuk kita,
lalu,
sudahkah kita membalas cintNya itu?
Jikalau
belum, mari…!
Sebab
Bapa telah berkata lebih dulu “Inilah Anak
yang terkasih dengarkanlah Dia”
3/// Di atas
gunung yang suci,
berpakaian
sangat putih berkilat-kilat.
Kesuciannya
menyucikan seluruh negeri.
Tak
seorangpun yang dapat mengelantang pakaiannya.
Terlalu
suci untuk dunia yang penuh dosa
Pekikan
Petrus “ Baiklah kami mendirikan tiga
kemah”
Tak
salah, Petrus berpikir dari dunia,
Tetapi
Tuhan dari sebaliknya.
Lagi-lagi
pikiran kita terlalu kerdil untuk Tuhan,
Kita
selalu bersoal jawab, apakah dimaksud dengan “Bangkit dari orang mati”.
Di
atas gunung itu, mereka bersaksi tentang anak manusia yang dikasihi.
Hingga
Petrus berujar “Rabi, betapa bahagianya
kami berada di tempat ini!”
Lalu,
sudah sejauh mana kita berada dekat denganNya?
Sudah
seberapa sering kita tinggal dalam rumahNya yang kudus?
Sudah
setiakah kita menyiapkan kemah yang indah untuk didiamiNya?
Jikalau
semuanya belum, mari…..!
Sebelum
Tuhan turun dari gunung itu lalu berujar “Lenyaplah
engkau”
Sebab
kita telah mengumbar diriNya memakai mulut tanpa pernah memakai hati.
“Kata-kata dari bibir selalu salah, sebab ia sudah terlampau jauh menyangkal hati. Lalu berkata-kata yang tak dibarengi tindakan adalah kelicikan yang bar-bar. Berkata dan bertindak, atau jauh lebih baik berindak tanpa banyak berkata-kata”
Mntap bung.
ReplyDeleteMksh bang๐๐
DeleteKren donttel๐๐
ReplyDeleteMksh๐
DeleteKren e๐๐
ReplyDeleteMksh e๐
Delete