Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ibu; Sang Sarjana Ulung

 



(Sumber Gambar: www.kompasiana.com)


Pada pangkuamu aku kian terlelap, meniduri semua mimpi.

sekali saku membuka mata engkau langsung mengusap pipiku dengan tanganmu.

 Mengusap dengan manja sambil menyodorkan ASI yang terlezat hingga aku tidur lagi.

Sesekali, aku menggigit putingmu, engkau hanya tersenyum melihat tingkahku.

Aku tahu itu sakit, tetapi engkau membiarkan itu.

Sebab engkau tahu, dari itu aku akan hidup.

Tetesan ASI yang mengalir murni  dari sungai yang tak muara,

Memancarkan sekian ribu kehidupan.

Sekian kali aku bertingkah dan membuat air matamu mengalir.

Engkau tidak persoalkan itu.

Engkau tetap setiap  meyakinkan aku untuk melangkah pada sekian juta jejak.

Pada pangkuanmu aku merengek manja meminta sekian ribu kasih.

Ibu.

Engkau mengajari aku untuk merapal kata,

Engkau mengajari aku Merangkak dan berjalan,

Engkau mengajar aku untuk menyapa dan mengecap rasa dari bilur-bilur dunia.

Pahit dan manis.

Jatuh dan bangkit lagi.

Hingga kini, aku bebas berlari.

Lautan-lautan juang engkau selalu tawar untuk aku.

Hingga engkau sakit,

 engkau tetap berjuang merais jerami agar recehan boleh masuk kedalam saku seragamku.

Air mata dan keringatmu selalu bercucuran melayat dan melumat pasrah.

Pada dunia telah engkau lukiskan dengan jelas “Tentang ibu yang bertanggungjawab”.

Setiap kali engkau melibat soal dengan ayah, engkau hanya tersenyum.

Engkau tidak mau aku melihat bentakkan dan hentakkan itu.

Lagi-lagi lautan kasihmu terbentang luas,

membias pada anterojagat.

Berkumandang pada dunia bahwa engkau ibu yang baik.

Pada batu yang setia mengantukan kakiku hingga berdarah,

Engkau secepat gegas mengusapnya dengan air mata, sambil berujar “Batu engkau jahat. Engkau membuat anakku terluka”.

Pada kayu yang selalu menggores kulitku, engkau mengutuknya.

 Ibu.

Engkau bukan serjanawan yang berjuta juang meraih ilmu di bangku studi.

Namun, engkau  teramat bijak dan menawan.

mengajari aku huruf A sampai Z

mengajari menghitung dari Nol sampai angka yang kesekian

mengajar aku membaca dan menulis kata.

Hingga hari ini, aku amat mahir menulisnya untukmu “Terimakasih ibuku. engkau bukan sarjanawan tetapi ilmu kasih dan cintamu melampaui mereka yang telah meraih sarjanawan”.

 

“Selamat hari ibu untukmu, sang  wanita pengaduku setelah Tuhan”

 

Post a Comment for "Ibu; Sang Sarjana Ulung "